Dengan Bu Nunun, Kepala Sekolah GKS. (doc. pribadi) |
Berbagi
pengalaman sebagai penulis kepada anak-anak selalu menjadi momen yang
menyenangkan bagi saya. Karena itu, saya tak pernah menolak – jika memang tidak
berbenturan dengan jadwal lainnya – untuk tawaran semacam itu. Naluri saya
langsung bergejolak ketika menerima tawaran untuk berbagi kisah tentang profesi
saya. Belum-belum sudah terbayang wajah-wajah imut dan lucu yang akan mengajukan
banyak pertanyaan seputar menulis, dan itu pasti membuat saya bersemangat
menjawabnya.
Begitulah, ketika teman dari Writer for Trainers, Dyah P Rinni mengabari
serta menanyakan kesediaan saya untuk menjadi pengisi acara di kegiatan “Meet
and Greet” sebuah sekolah swasta, saya langsung menyetujuinya. Singkat cerita,
saya pun dikenalkan (lewat nomor telepon) ke Bu Nunun, Kepala Sekolah Global
Kids School. Deal! Jadwal pun
ditentukan dan saya siap berbagi.
Tibalah hari yang ditunggu-tunggu,
Kamis, 12 Desember 2013. Pagi itu berbekal materi, saya siap berangkat menuju
Jl. Lubang Buaya No.6B, Jakarta Timur. Sayangnya saya salah memilih rute
sehingga saya sedikit terlambat dari waktu yang disepakati. Pasalnya, jalanan
yang saya lewati luar biasa macet. Sebelum tiba di lokasi, perasaan cemas terus
saja menghantui. Saya takut kalau akhirnya mengecewakan anak-anak itu jika
akhirnya terjebak di kemacetan yang tidak bisa diprediksi ini. Namun, berkat
niat yang tulus untuk berbagi akhirnya saya tiba juga meskipun hampir setengah
jam lewat dari waktu yang diminta.
Saya disambut dengan ramah oleh
guru-guru di Global Kids School itu. Sebenarnya saya senang sekali, tapi
tiba-tiba perasaan saya menciut ketika melihat anak-anak yang sudah berkumpul
di sana. Betapa tidak, semula saya mengira bahwa saya akan berbagi cerita
pengalaman sebagai penulis kepada murid-murid kelas 3, 4, 5, dan 6. Ternyata oh
ternyata... saya disambut oleh anak-anak yang rentang usianya 5 sampai 11
tahun. Ya, mereka itu murid-murid Global Kids School mulai dari TK sampai kelas
5 SD.
Oh
my God! seru saya dalam hati.
Langsung teringat materi presentasi
yang sudah saya siapkan sedemikian rupa untuk level kelas 3 sampai 6. Kalau
melihat wajah imut-imut di depan saya, rasanya tidak mungkin menyajikan materi
itu kepada mereka. Mungkin kakak-kakak mereka bisa nyambung, tapi bagaimana
dengan mereka sendiri yang belum bisa membaca dengan lancar? Sebelum “mati gaya”
otak saya buru-buru mencari ide agar sharing
di momen “Meet and Greet” Penulis itu tetap asyik, seru, dan berkesan.
Tibalah giliran saya untuk berdiri
di depan sekitar 50 murid, para staf pengajar, Kepala Sekolah dan beberapa
orangtua murid yang memang sengaja menunggui anak mereka di ruangan itu. Dengan
tenang saya keluarkan flash disk dan
memasukkan ke laptop yang disiapkan oleh pihak sekolah. Sambil terus mencari
ide menarik, saya tetap berusaha tenang.
Setelah ini sharing profesi berlangsung seru. :) |
Klik!
Tayangan presentasi di halaman
pertama pun terpampang di layar infokus setelah saya membuka pertemuan dengan
salam ceria kepada mereka. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba mulut saya
terus berkicau, bercerita tentang awal mula saya terjun menjadi penulis dan
seterusnya memilih lebih fokus ke buku-buku bacaan anak. Materi presentasi tak
lagi berfungsi dan stuck di tayangan
awal saja (baca: Salam Pembuka).
Saya bersyukur bahwa saya tak sempat
mengalami “mati gaya”. Kebersamaan saya dengan murid-murid Global Kids School
berlangsung menyenangkan dan justru lebih seru dari yang saya bayangkan. Di
sesi tanya jawab yang sengaja saya buka agar mereka lebih aktif ketimbang hanya
menyimak saya berbicara, begitu membuat saya bersemangat dan terkadang melepas
tawa.
“Ibu, kalau boleh tau, ada berapa
sih buku yang ibu buat? Terus... berapa lama sih untuk membuat satu cerita
supaya bisa jadi novel seperti ini?” tanya salah satu dari mereka sambil
memamerkan salah satu buku karya saya.
Wow! Mata saya langsung berbinar
melihat buku yang ditunjukkannya itu. Sebelum menjawab pertanyaannya, pembawa acara
(salah satu dari guru mereka) memotong acara beberapa saat untuk menjelaskan
bahwa dua hari sebelum acara “Meet and Greet” dengan saya, mereka telah diajak
berkunjung ke Gramedia untuk membeli buku-buku karya saya.
“Waaah! Makasih banget ya, kalian
sudah memborong buku Ibu, semoga kalian suka dengan ceritanya dan ada kesan
yang bisa kalian ambil di buku-buku itu,” ujar saya menanggapi apresiasi mereka
terhadap karya-karya saya.
Setelah itu saya pun menjawab
pertanyaan yang diajukan tadi. Saya bercerita bahwa masing-masing buku yang
saya tulis tentu saja waktunya berbeda-beda. Ada yang dua minggu, sebulan,
bahkan ada yang menghabiskan waktu lima tahun dalam proses terbitnya. Mendengar
jawaban saya, mata mereka membesar dan ada yang berujar. “Wow! Lima tahuuun...
lama bangeeet!” Berikutnya beragam pertanyaan ngantri untuk dijawab. Saya tetap
bersemangat dan mencoba menjawab semua yang ingin mereka ketahui.
Masih di sesi tanya jawab. Tiba-tiba
ada murid laki-laki yang mengangkat tangannya.
“Saya! Saya dong... saya mau nanya!”
serunya berulang-ulang.
Melihatnya antusias seperti itu,
akhirnya saya memintanya untuk maju ke depan. Dia menyebutkan namanya, Shadam.
Setelah itu Shadam bilang kalau dia mau nanya tapi tidak mau pakai pengeras
suara alias bisik-bisik. Baiklah, saya tetap menuruti permintaannya.
“Bu Wiwiek lahirnya tanggal berapa
dan tahun berapa sih?” tanyanya dengan mendekatkan wajahnya di telinga saya.
Saya pun menjawabnya dengan berbisik ke arah telinganya.
Tiba-tiba!
“Haaah! Yang beneeer? Kok masih muda
banget?!” serunya spontan membuat saya tertawa lepas.
“Hahaha...
Shadam tidak percaya kalau Ibu ini sudah tuek?”
kata saya bercanda sambil berusaha menghentikan tawa karena tak kuat menahan
kelucuan dari ekspresi wajah Shadam.
Inilah sebagian dari karya mereka. (doc.pribadi) |
Akhirnya kebersamaan yang
menghasibkan durasi sekitar dua jam itu berlangsung seru dari awal hingga
akhirnya. Sebelum menutup acara, masih ada serangkaian acara yang harus saya
pandu. Pertama, memilih beberapa karya terbaik dari mereka dalam bentuk big book yang sebelumnya sudah
dikerjakan selama pekan “Book Week” (9 – 13 Desember 2013) di sekolah itu.
Kedua, book signing yang menjadi sesi
mengharukan bagi saya. Hampir semua dari murid-murid itu mengantri sambil
memegang buku karya saya untuk ditandatangani. Subhanallah... senangnya hati
ini.
Book Signing yang bikin hati girang. (doc. pribadi) |
Acara pun kami tutup dengan sesi foto bersama. Terima kasih, anak-anakku...
teruslah tumbuhkan semangat membaca serta menulismu. Kelak dari kalian akan
lahir penulis-penulis andal yang mampu mengubah dunia. Salam! []
Aiiiih senengnya lihat antusiasme anak2. :D
BalasHapusIya, Mak... semakin mereka berebutan angkat tangan buat nanya, adrenalinku semakin terpacu buat memuaskan keingintauan mereka. :)
HapusTantangan tersendiri ya, mak, bagaimana membuat anak-anak tersebut nyaman dan materi yang diberikan bisa dipahami. Salut dan keren. Sesekali ajak aku dong, mak, kalau kasih materi. AKu mau belajar juga :)
BalasHapusBetul, Mak... kalau wajah mereka sudah mulai lihat kanan, kiri, belakang, aku biasanya mulai sibuk putar otak supaya mereka mau tetap fokus melihat ke arahku, dan itu bikin aku semakin tertantang. Hehehe....
HapusEh, boleh aja, MakPon sharing tentang gimana cara bikin blog ke anak-anak ya. Ntar deh, kalau aku ada tawaran lagi, aku ajukan kita sepaket tampilnya. Oke? ;)
Seneng banget ya Mak bisa berbagi dg anak2.. :) Pulang2 pikiran dan hati kembali fresh karna kita jg jadi termotivasi oleh mereka... :)
BalasHapusIya, Mak, betul banget. :)
HapusSuka deh dengan tulisan2 mak Wiek.. terharu ya, mendengar apresiasi anak-anak ^^
BalasHapusAlhamdulillah, kalau bisa membuat senang ya Mak Tanti. Iya, selalu ada sensasi beda jika berdekatan dengan anak-anak, Mak. :)
Hapus