Saya, murid ekskul jurnalistik dan, murid Al Falah (dokpri) |
Niat untuk mempertemukan murid-murid
saya di ekskul jurnalistik dan menulis Thariq Bin Ziyad, Pondok Hijau Permai,
Bekasi dengan anak-anak pemulung, murid PKBM Al-Falah sudah terpendam sejak
lama. Selain ingin mengenalkan mereka, anak-anak pemulung itu juga murid-murid
saya di pelatihan menulis selama lebih dari setahun ini. Setelah beberapa kali
niat itu tertunda akhirnya saya berhasil mewujudkannya. Alhamdulillah....
Awalnya saya meminta pihak sekolah
untuk membuatkan surat izin kepada orangtua agar perjalanan saya dan anak-anak
mendapat restu. Pihak sekolah menyambut antusias ide saya dan segera membuatkan
surat tersebut. Tetapi karena hari keberangkatan kami bertepatan dengan hari
libur anak-anak kelas 1 – 5, maka tidak semua murid saya bisa ikut serta. Dari
19 orang hanya 10 saja yang hadir memenuhi janji pertemuan di sekolah sebelum
berangkat ke Bantargebang.
Niat sudah disetujui, hari sudah
ditetapkan, dengan hanya sepuluh murid, saya pun tetap memutuskan untuk
meneruskan perjalanan. Kamis, 22 Mei 2014 pagi itu kami pun berangkat dengan
dua mobil menuju PKBM Al-Falah, Bantergebang, Bekasi. Sebagian anak ada di
mobil saya, selebihnya bersama mobil jemputan sekolah. Dan, ada tiga orangtua
murid yang berjanji akan menyusul untuk membawakan hadiah bingkisan. Saya
senang sekali mendengarnya.
Selama
di perjalanan, mobil saya yang memandu iring-iringan. Kami berangkat pukul
08.15 waktu Bekasi. Di sepanjang perjalanan anak-anak berbincang dan sesekali
bertanya tentang tujuan kami ke sekolah tempat anak-anak pemulung itu.
“Nanti kita di sana ngapain aja ya,
Bu?” tanya salah satu dari mereka.
“Pertama, ibu akan mengenalkan
kalian satu per satu,” jawab saya menunggu respon mereka.
“Hah! Satu per satu harus ngomong
ngenalin diri ya, Bu? Aaah... malu gak ya?” ujar yang lainnya.
“Kenapa malu? Kalian harus memberi
contoh yang baik kepada mereka. Tunjukkan sikap bersahabat agar mereka tak
canggung,” begitu saya berujar.
Keramaian di mobil saya akhirnya tak
terasa membawa kami tiba di lokasi tepat pukul 09.10 WIB. Seperti biasa, setiap
kali saya berkunjung ke sekolah ini, sambutan hangat dari pihak sekolah dan
anak-anak menjadi pembuka yang menyenangkan. Tatapan rindu dari mata anak-anak
itu sekilas tertangkap oleh saya. Ya, sudah lebih satu bulan saya tak
mengunjungi mereka untuk berbagi ilmu menulis. Meskipun belum terwujud hingga
saat ini karena ragam kendala, saya yakin mereka masih menyimpan obsesi agar
mampu menulis cerita dengan baik supaya bisa dibukukan. Semoga suatu hari ini
bisa terwujud. Aamiin.
Siap mengikuti sesi (dokpri) |
Setelah Pak Khoiruddin mengarahkan
anak-anak untuk segera berkumpul, saya pun diberi kebebasan untuk memandu
acara. Seperti biasa, salam pembuka dan sapaan hangat saya lontarkan untuk
anak-anak hebat itu. Saya jelaskan bahwa kedatangan saya dan beberapa teman
mereka dari Thariq Bin Ziyad adalah untuk menjalin silaturahmi. Pertemuan ini
juga tidak sekadar berkenalan saja, tapi saya ingin membaurkan mereka dalam
kegiatan pelatihan menulis.
Saya dan murid-murid ekskul jurnalistik TBZ (dokpri) |
Sekali
lagi, saya menangkap kilatan bermakna pertanyaan di tatapan mata mereka. Saya
hanya tersenyum dan membiarkan rasa penasaran itu membuncah agar ketika mereka
tahu apa yang akan saya lakukan setelah sesi perkenalan menjadi pemicu
semangatnya. Saya pun meminta kepada kesepuluh anak-anak saya dari Thariq untuk
memperkenalkan diri. Ada yang dengan lantang dan penuh percaya diri
memperkenalkan nama dan pengalamannya selama mengikuti kelas ekskul yang saya
bimbing, ada juga yang malu-malu sampai lupa menyebutkan level kelasnya.
Hahaha... namanya juga anak-anak, begitulah seninya.
Velda, Aloi, dan Sherina memperkenalkan diri (dokpri) |
Sesi perkenalan dari murid-murid Al Falah |
Sebaliknya
setelah itu, anak-anak Al Falah saya minta juga untuk menyebutkan nama serta
kelas mereka. Setelah selesai saya tak langsung melanjutkan ke sesi pelatihan
menulis. Saya ingin menguji daya ingat anak-anak Al Falah terlebih dahulu.
“Nah,
teman-teman kalian dari Thariq sudah memperkenalkan namanya. Ibu pengin tahu,
siapakah yang bisa menyebutkan 10 nama dari mereka dengan benar?” tanya saya yang
langsung disambut suara riuh dan bisik-bisik mereka.
“Ibu
ada hadiah satu buku hasil karya beberapa dari teman kalian ini,” pancing saya
lagi.
Yang dapat hadiah buku (dokpri) |
Beberapa
saat saya menunggu respon mereka, namun tak satu pun yang berani tunjuk tangan.
Akhirnya saya mengurangi jumlah nama menjadi lima saja. Barulah ada yang berani
menjawab. Dari 5 nama yang disebutkannya ternyata hanya 4 yang benar. Hadiah
buku pun saya berikan kepadanya (aduh, saking ramainya saya lupa namanya).
Senang banget, melihat mereka bisa mendadak kompak (dokpri) |
Sampailah
pada acara inti dari pertemuan itu. Saya membagi semua anak menjadi tujuh
kelompok. Sementara murid-murid ekskul saya masing—masing mengisi kelompok itu.
Lima kelompok anak perempuan. Dua kelompok terdiri dari anak laki-laki saja.
Saya bahagia sekali ketika mereka akhirnya bisa membaur dan duduk melingkar
dalam kelompoknya masing-masing untuk selanjutnya mendengar pengarahan dari
saya.
Hahaha, gaya Bu Guru itu gak nahan banget dah!:p (dokpri) |
Saya
meminta mereka untuk menuliskan cerita dengan tema yang mereka tentukan
sendiri. Cara menuliskannya adalah berantai hingga ceritanya selesai. Saya
ingin membuat mereka semakin akrab dan saling berdiskusi. Murid-murid ekskul jurnalistik
dan menulis yang lebih banyak mendapatkan ilmu menulis dari saya, saya minta
untuk berbagi teknik menulisnya. Selama 45 menit saya melihat semangat
kebersamaan dan kedekatan itu semakin tercipta. Terkadang ide untuk menyambung
cerita muncul dari murid-murid Al Falah dan begitu sebaliknya.
"Boleh pakai dialog kan, Bu?" (dokpri) |
Lagi serius nih (dokpri) |
Meskipun
ada yang kesal dan malu-malu karena bingung tak punya ide untuk melanjutkan
cerita yang sudah ditulis oleh teman sekelompoknya, namun karena dukungan teman
lainnya mereka tetap berusaha dan tidak patah semangat. Apalagi di kelompok
anak laki-laki, kelucuan dan keriuhan kerap terjadi. Saya sesekali melepas tawa
melihat kelucuan mereka. Kelompok yang memilih menuliskan cerita tentang “Sampah”
adalah anak-anak yang paling kocak dan menjadikan suasana pelatihan menjadi
ramai oleh celoteh-celoteh lucu mereka.
Wakil kelompok penuliscerita terbaik yang dapat hadiah (dokpri) |
Setelah
waktu habis, saya pun mereview hasil
tulisan mereka. Pertama yang saya bahas adalah kelompok yang menuliskan cerita
berjudul “Secret Park”. Mulai dari ide, judul dan alur cerita yang mereka buat
begitu menyatu. Padahal cerita itu hasil tulisan dan imajinasi enam orang anak.
Saya meminta salah satu dari mereka untuk mewakili memberi kesan dan berbagi
teknik menulis ceritanya.
(dokpri) |
Seperti
apakah caranya? Chita (salah satu murid ekskul saya) menjelaskan bahwa sebelum
menulis mereka ternyata sudah membagi terlebih dahulu bagian-bagian apa yang
akan mereka kerjakan. Misalnya tamannya di mana, kapan kejadiannya, siapa nama
tokoh utamanya, dan seterusnya. Luar biasa! Itu sebabnya tulisan kelompok
merekalah yang mampu menyelesaikan hampir satu halaman folio dalam waktu 45
menit.
Setelah
itu saya lanjutkan ke cerita dari kelompok anak laki-laki. Sebelum saya
mengomentari, mereka sudah tertawa-tawa karena tahu bahwa kertas folio milik
merekalah yang akan saya nilai.
“Hahaha...
ini artinya kelompok sampah lebih jago bikin gambar atau ilustrasi,” ujar saya
memberi apresiasi pada hasil kerja kelompok mereka.
Hahahaha.... (dokpri) |
Kelompok
ini menulis cerita tentang sampah. Meskipun mereka tak sanggup lagi merangkai
kata demi kata untuk menuntaskan ceritanya, mereka berusaha membuat gambar
sebuah truk pengangkut sampah. Truk sampah itu mereka gambarkan seolah-olah
berjalan-jalan mulai dari Bantargebang, Jakarta, Bandung, Jogja hingga kembali
ke Bantargebang.
“Iya,
Bu. Sampahnya pusing gak bisa nulis lagi!” seru salah satu dari mereka membuat
yang lainnya tertawa lepas.
Dapat bingkisan cantik dari Mama Dhanti (dokpri) |
Begitulah,
akhirnya waktu juga yang kembali membatasi kebersamaan kami. Sebelum berpisah, murid ekskul saya membagi-bagikan bingkisan cantik sumbangan orangtua murid kepada anak-anak Al Falah. Saya
berharap agar perkenalan, pertemuan dan kebersamaan mereka dalam berbagi ilmu
menulis ini akan menjadi momen yang indah dan berkesan bagi mereka. Dan saya
juga berharap agar kegiatan membaca dan menulis hendaknya menjadi bagian dari
hari-hari mereka. Tetaplah semangat, anak-anakku! [Wyvera W.]
Keren banget kegiatannya mak. Anak2 diajak untuk mengenal dunia anak2 lain diluar mereka. Semoga bisa menghasilkan anak-anak yang punya empati & punya kemampuan untuk bersosialiasi dg berbagai latar belakang orang.
BalasHapusAamiin, iya Mak, tujuan utamaku sejujurnya itu sih. Aku ingin mengenalkan kepada murid-muridku di Thariq bahwa teman-teman mereka di Al Falah meskipun terbatas oleh segala kondisi, mereka tetap bersemangat untuk menuntut ilmu dan tak pernah patah semangat untuk belajar menulis dengan baik.
Hapusacaranya inspiratif banget, mak. Salam saya buat murid2 ya:))
BalasHapusAlhamdulillah, makasih, Mak. Nanti kusampaikan ya. :)
HapusDuuuhhh seru bangettt ya mba,... jadi pengen kapan2 ikut seseruan sm anak-anak itu mba :)
BalasHapusYuk, ikutan ngisi juga ya nanti. :)
Hapusseru ya mbak, aku juga kapan2 pingin lihat gmana serunya diantara mereka
BalasHapusAyo, ikut aku ya
Hapus