Sebagai guru ekstrakurikuler Jurnalistik
dan Kepenulisan yang sudah dua tahun mendampingi murid-murid saya di SDIT
Thariq Bin Ziyad, Pondok Hijau Permai, Bekasi, diam-diam saya menyimpan sebuah
obsesi untuk berbagi. Obsesi itu adalah berbagi ilmu tentang menulis. Didasari
oleh niat untuk berbagi inilah, hari itu saya menghubungi ketua POMG (Persatuan
Orangtua Murid dan Guru) SDIT Thariq Bin Ziyad, Pondok Hijau Permai.
Setelah
beberapa kali diskusi lewat telepon selular,
akhirnya Bu Anis mengundang saya untuk hadir di acara arisan para pengurus
POMG. Di pertemuan itulah pertamakali saya memaparkan keinginan saya untuk
berbagi kemampuan menulis kepada ibu-ibu POMG.
Alhamdulillah,
niat saya disambut dengan baik. Mereka sangat tertarik untuk mengetahui bagaimana
caranya agar bisa terampil menulis. Di pertemuan awal, ibu-ibu sepakat untuk
menyebarkan daftar nama calon peserta yang mau mengikuti pelatihan. Begitulah,
proses penyebaran informasi lewat undangan pun dilakukan oleh Ibu Ketua POMG
dan stafnya.
Akhirnya,
pelatihan untuk menulis kisah inspiratif pun terlaksana pada tanggal 30 Mei 2012.
Karena beberapa kendala dan kesibukan masing-masing ibu, maka yang benar-benar
memiliki waktu luang saja yang hadir pada hari itu. Merekalah enam belas ibu
yang serius mengikuti kelas saya.
Chicken
Soup for the Soul
Acara
pelatihan pagi itu dibuka oleh sambutan dari ketua POMG (Ibu Anis). Lalu, saya pun melanjutkan dengan menjelaskan sekilas tentang pelatihan tersebut. Saya juga tak lupa mengenalkan kepada peserta tentang komunitas Trainers Penulisan Galeri Kelas Ajaib. Saya sampaikan bahwa saya adalah bagian dari para Trainer yang ada di GKA tersebut.
Tema dari materi
menulis yang saya paparkan adalah Write
Your Diary like Chicken Soup for the Soul, yaitu tentang tulisan
inspiratif yang belakangan ini menjadi sebuah buku yang cukup diminati oleh
para pembacanya. Buku jenis ini tak tergerus oleh tren genre buku-buku lain
yang semakin marak menjejali toko-toko buku, malah gaungnya semakin meluas di
tanah air. Istilah Write Your Diary sendiri muncul dari penggagasnya (Haya Alya Zaki), dan beliau juga salah satu dari Trainers Galeri Kelas Ajaib.
Chicken
Soup for the Soul adalah buku yang memuat kisah yang mampu menggugah dan
menyentuh hati pembacanya. Kisah Chicken
Soup for the Soul bisa dijadikan solusi untuk mencapai kepuasan batin, saat
kita sudah penat ingin mencurahkan isi hati kepada seseorang, teman, pasangan
hidup atau kepada siapa saja yang selama ini kita jadikan tempat berbagi.
Saya
menjelaskan kepada peserta, bahwa setiap menulis kisah ini, isi cerita haruslah
bisa meninggalkan kesan yang sulit untuk dilupakan oleh pembacanya. Untuk itu,
tulisan kita harus bisa merangsang emosi dan keterlibatan pembaca.
Sebelum masuk kepada materi tentang
teknis kepenulisan kisah inspiratif, saya sengaja memancing semangat dan minat
peserta pelatihan. Saya katakan bahwa dengan menulis, kita akan memperoleh
banyak manfaat, antara lain; kita bisa menyatakan perasaan,
menyatukan/memusatkan pikiran, meningkatkan daya ingat, menjadikan kegiatan
menulis sebagai self teraphy, serta
mengasah bakat dan kemampuan alamiah yang dimiliki, karena pada dasaranya
setiap orang itu bisa menulis.
Berbagi,
Bukan Menebar Aib
Di
sela-sela pemaparan dan munculnya pertanyaan dari peserta, saya menekankan bahwa berbagi pengalaman hidup
lewat sebuah tulisan bukan bermaksud untuk menebar aib kepada setiap orang.
Terkadang, kita belum merasa cukup puas manakala kita sudah lelah berbagi lewat
lisan kepada orang-orang terdekat dengan kita. Tentang bagaimana kita menjalani
proses dari sebuah episode kehidupan yang mungkin begitu menyulitkan bagi kita,
adalah sebuah ilmu dan pengalaman yang mungkin perlu dicontoh oleh orang lain.
Proses menuju perbaikan itulah yang bisa sangat bermanfaat bagi orang lain,
ketika kita bisa menuangkannya ke dalam sebuah tulisan yang terangkai menjadi
sebuah kisah inspiratif.
"Mungkin untuk Mbak Wiwiek yang sudah biasa menulis, memulai sebuah tulisan tentulah gampang. Tapi, buat saya yang selama ini belum memiliki pengalaman, adakah cara yang paling mudah untuk mengawalinya?" begitu salah satu pertanyaan yang diajukan kepada saya.
Saya jawab pertanyaan itu dengan mengatakan bahwa kegiatan menulis tak bisa terjadi jika tidak diawali oleh semangat untuk berlatih. Libatkan kelima panca indera, mulailah melakukan observasi terhadap lingkungan, banyak membaca, mengubah kebiasaan curhat lewat lisan dengan menuliskannya di buku catatan harian/diari, mulailah rajin untuk mencatat hal-hal yang tertangkap oleh kelima panca indera tadi untuk tabungan ide. Kalau semua ini sudah bisa dilakukan, maka Insya Allah, tak akan sulit untuk memulai menuliskan sebuah kisah yang diinginkan.
Di
materi yang saya presentasikan, saya mengatakan bahwa setiap orang memiliki
pengalaman hidup, lalu bagaimana caranya agar pengalaman hidup itu bisa
terwujud menjadi sebuah kisah yang bisa menginspirasi banyak orang? Tentunya
dengan mengetahui serta mempelajari seni dan cara menceritakannya lewat
tulisan. Saya tambahkan, bahwa ibu-ibu peserta pelatihan tetaplah merasa yakin
bahwa mereka mampu menulis kisah inspiratif, karena pengalaman itu dekat dengan
mereka.
Pelatihan
yang dimulai tepat pukul 9 pagi dan berakhir di pukul 12.30 WIB itu berjalan
dengan lancar. Mulai dari pemaparan tentang trik memilih judul, menentukan
karakter/penokohan, setting/latar
cerita, memilih sudut pandang atau point
of view (POV) cerita, plot, menampilkan konflik cerita, tips mengolah
konflik, dialog, membuat ending yang
cantik dan memikat, hingga tahap self
editing tulisan yang sangat
diperlukan oleh penulis.
Meskipun
awalnya saya ingin sekali mengisi pelatihan dengan memperbanyak praktik
ketimbang pemaparan materi secara teoretis, namun sempitnya waktu tak
memungkinkan untuk melakukannya. Tapi, dari keantusiasan ibu-ibu peserta
pelatihan, saya menyimpulkan bahwa mereka Insya Allah dapat menyerap semua
materi yang saya sampaikan.
Selepas
memberikan materi, saya mengajak peserta untuk meregangkan syaraf yang sejak
awal sudah saya ajak untuk tekun memerhatikan presentasi saya. Saya putarkan
film pendek sebagai pancingan, penggugah emosi mereka untuk pertemuan berikutnya. Kisah di film itu
menceritakan seorang ayah yang bertanya tentang kupu-kupu kepada anaknya.
Berkali-kali Sang Ayah bertanya, “Hewan apa itu?” dan dijawab berulang-ulang
pula oleh putranya, “Itu kupu-kupu.” Sampai akhirnya si anak membentak ayahnya
karena merasa kesal dengan pertanyaan Sang Ayah yang berulang-ulang.
Ternyata
film pendek yang berdurasi tak sampai lima menit ini sempat memancing emosi
salah seorang ibu. Bu Tetra nyaris meneteskan air mata. Dari sini, saya berharap mereka nantinya
pun seperti itu saat menuliskan kisahnya, bisa memancing keharuan maupun
kegembiraan.
Sebelum
mengakhiri sesi di pertemuan pertama, saya memberikan game (diambil dari kumpulan game yang disusun oleh salah seorang Trainer GKA, Ratih Soe), yaitu dengan membacakan beberapa pertanyaan kepada peserta
yang dibagi ke dalam tiga kelompok. Mereka saya minta untuk mengisi bagian
titik-titik dari pertanyaan yang saya ajukan. Inilah sesi yang sempat membuat
saya tersenyum-senyum karena peserta meminta saya mengulang-ulang pertanyaan.
Mereka seakan tak mau melakukan kesalahan dalam menjawab pertanyaan. Sambil
bercanda saya katakan bahwa jawaban yang paling banyak benarnya, itulah
kelompok yang tadi benar-benar serius menyimak penjelasan saya.
Dalam setiap perlombaan tentulah ada pemenangnya. Kelompok satu menjawab semua pertanyaan dengan benar. Untuk itu saya pun menghadiahi mereka buku karya saya dan anak-anak saya. Mereka terlihat senang menerima hadiah itu. Malah kelompok yang tidak mendapatkan hadiah berkomentar, “Minggu depan ada game lagi dan ada hadiahnya lagi kan ya?”
Di
penghujung pelatihan sesi pertama ini saya memberikan tugas kepada para peserta.
Saya meminta mereka untuk menuliskan pengalaman mereka yang paling berkesan sebanyak empat sampai
enam halaman tik. Tugas ini Insya Allah akan saya review di pertemuan berikutnya.
Harapan
saya, setelah pelatihan ini nanti hendaknya lahir kisah-kisah inspiratif ala Chicken Soup for the Soul dari ibu-ibu
orangtua murid (peserta pelatihan) SDIT Thariq Bin Ziyad, Pondok Hijau Permai
Bekasi. Tulisan mereka hendaknya tak hanya dapat menginspirasi kalangan
terdekat saja, namun bisa menembus media, seperti koran dan majalah-majalah
muslimah yang ada di tanah air. Aamiin.
Ucapan terimakasih tak lupa saya sampaikan kepada teman-teman Trainer (Haya Alya Zaki, Fitria Chakrawati, Dyah P. Rini) yang telah melengkapi referensi materi saya, dan khususnya kepada penggagas Galeri Kelas Ajaib, Benny Rhamdani, berkat beliaulah rasa percaya diri saya semakin hari semakin terasah.
Ucapan terimakasih tak lupa saya sampaikan kepada teman-teman Trainer (Haya Alya Zaki, Fitria Chakrawati, Dyah P. Rini) yang telah melengkapi referensi materi saya, dan khususnya kepada penggagas Galeri Kelas Ajaib, Benny Rhamdani, berkat beliaulah rasa percaya diri saya semakin hari semakin terasah.
***