Saya pikir hanya saya yang asyik sendiri
dengan hobi menulis ini. Ternyata, kedua anak saya tertular juga. Lalu,
bagaimana dengan suami saya? Meskipun tidak ikut menulis seperti kami, namun
dialah yang sedikit banyak merasakan dampak positif dari hobi ini. Hobi menulis
ini juga telah membuat saya dan buah hati berhasil menerbitkan karya lewat buku.
Meskipun tak seberapa nilainya, setidaknya kami telah memberi sumbangsih di
dunia perbukuan. Bangga dan bahagia tentu saja menjadi puncak rasa dari semua
yang saya lakukan.
Kecintaan
saya pada kegiatan menulis sebenarnya sudah dimulai sejak SD. Namun, rasa cinta
itu hanya sebatas menuangkan ide dalam tulisan semacam puisi, cerpen, dan
catatan-catatan harian saja. Tak ada yang tahu kalau saya melakukannya. Semua
sebatas untuk kenikmatan sendiri. Hingga akhirnya saat kuliah, tulisan saya berhasil
menembus koran lokal di kota kelahiran saya, Medan. Sejak itu saya baru tahu
betapa nikmatnya jika hobi itu bisa menghasilkan sesuatu (uang dan kepuasan
batin). Bukan hanya saya yang merasa bangga, kedua orangtua saya juga turut
merasakannya kala itu.
Cerpen pertama saya yang terbit koran Analisa, Medan (1992) - dokpri |
Meskipun hobi menulis ini sempat
vakum selama bertahun-tahun setelah saya menikah, namun di tahun 2008 saya
berhasil melahirkan karya berupa buku bacaan anak. Inilah starting point buat saya. Sejak itu, saya tak lagi melakukan
kegiatan menulis sebagai sekadar hobi, melainkan saya berani mengatakan bahwa
profesi saya sudah bertambah, selain ibu rumah tangga, saya adalah penulis.
Buku pertama saya yang terbit di tahun 2008 dan karya lainnya ada di sini- dokpri |
Awalnya tentu saja pilihan menambah
profesi baru ini tak serta-merta mendapat simpati 100% dari suami dan
anak-anak. Saya merasakan kalau apresiasi yang mereka berikan ketika itu hanya
sebatas rasa senang karena saya berhasil punya karya berupa buku. Sebatas itu. Sebaliknya saya melihat kecemasan di mata mereka seolah profesi baru ini akan
menyita waktu saya bersama mereka. Kekhawatiran itulah yang perlahan saya
buktikan bahwa profesi penulis tak akan merenggut waktu saya dari mereka. Saya
tetap ada untuk mereka.
Saya
berjanji dalam hati bahwa saya akan memberikan manfaat ganda sekaligus kepada
mereka. Pertama, saya tetap menjadi istri dan ibu yang setia melayani semua
kebutuhan mereka. Kedua, saya akan memberikan nilai lebih untuk mereka lewat
karya-karya saya. Dan itu sudah saya buktikan. Melalui hobi dan profesi menulis
ini saya juga menuai beberapa reward.
Saya dipercaya mengajar di salah satu sekolah, didaulat menjadi pemimpin
redaksi sebuah majalah internal, diminta untuk memberikan pelatihan menulis di
beragam kesempatan, serta memenangkan lomba menulis di blog dan media lain. Semua
itu menjadi momen membanggakan bagi anak-anak dan suami. Begitu juga
sebaliknya, saat anak-anak saya berhasil menyelesaikan satu cerita dan
diterbitkan dalam bentuk buku, saya dan suami yang kecipratan rasa bangga itu.
Ini buku-buku si Sulung - dokpri |
Pemicu
penularan hobi ini awalnya sangat sederhana. Begitu anak-anak saya tahu kalau
saya mendapatkan royalti dari buku-buku saya, mereka berlomba ingin mengikuti
jejak saya. Alhamdulillah, anak sulung saya sudah berhasil menuangkan ide-ide
kreatifnya lewat beberapa buku karyanya. Sementara si bungsu masih terus
berproses untuk menambah karya lagi setelah terakhir menerbitkan karya dalam
bentuk komik.
Begitulah,
hobi menulis yang menular ini semakin mengikat kami dalam kebersamaan. Saya dan
anak-anak menulis, suami menjadi komentator pada karya kami. Kami sangat
menikmatinya. []
Artikel ini diikutsertakan dalam "3rd Giveaway : Tanakita - Hobi dan Keluarga"
terima kasih untuk partisipasinya. Persyaratan sudah lengkap. Tercatat :)
BalasHapusMakasih, Bunda Keke Naima. :)
HapusHobi berlanjut profesi ini ya mak. Good luck untuk kontesnya Mak Myra :-)
BalasHapusIya, Mak, makasih ya. :)
Hapusaku punya buku yang kedua itu mbak :)
BalasHapusBuku Yasmin Amira atau Darryl Khalid, Mak Lidya?
Hapus