Serius menyimak (foto: Ani Berta) |
Di era golabalisasi ini, sumber daya
manusia merupakan kekuatan utama dalam pembangunan. Untuk mewujudkan pembangunan demi meningkatkan
kemakmuran, peran masyarakat sangat diharapkan. Terutama di dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Termasuk di dalamnya peran kaum
perempuan. Keterlibatan
kaum perempuan dalam perannya ini mau tidak mau membuat mereka harus diberi
kesempatan yang sama dengan laki-laki. Kesempatan yang terpenting adalah bisa mendapatkan,
mempelajari, dan memanfaatkan teknologi untuk mencerdaskan diri sendiri dan
keluarganya. Sebab dari diri dan keluargalah segalanya berawal.
Sebagai seorang perempuan, saya pun merasa terpanggil untuk ikut berperan dalam pembangunan, sekecil apa pun bentuknya. Beruntunglah saya, tinggal dan hidup di area perkotaan yang tidak terlalu sulit mengakses pengetahuan tentang TIK. Dan, bersyukur sekali juga rasanya ketika saya mendapatkan kesempatan berharga untuk ikut duduk bersama dan berdiskusi dengan para perempuan hebat. Kami bertemu dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diprakarsai oleh Deputi Bidang PUG Bidang Ekonomi, KementrianPemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI untuk membahas tema tentang “Pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Perempuan”.
Sebagai seorang perempuan, saya pun merasa terpanggil untuk ikut berperan dalam pembangunan, sekecil apa pun bentuknya. Beruntunglah saya, tinggal dan hidup di area perkotaan yang tidak terlalu sulit mengakses pengetahuan tentang TIK. Dan, bersyukur sekali juga rasanya ketika saya mendapatkan kesempatan berharga untuk ikut duduk bersama dan berdiskusi dengan para perempuan hebat. Kami bertemu dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diprakarsai oleh Deputi Bidang PUG Bidang Ekonomi, KementrianPemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI untuk membahas tema tentang “Pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk Perempuan”.
Pemanfaatan
Teknologi Informasi dalam Ragam Aktivitas
Acara yang berlangsung dua hari
berturut-turut (7 - 8 Mei 2015) di ruang rapat Badan Kerjasama
Organisasi Wanita (BKOW), Gedung Nyi Ageng Serang lantai 2
Jakarta Selatan itu, menghadirkan empat praktisi yang ahli di bidangnya
masing-masing sebagai narasumber.
Saya
terkagum-kagum ketika Adiatmo Rahardi (Founder
of the Largest Indonesia Robot Maker Community), menyajikan materi tentang “Making
Things for the Internet of Things”. Beliau memaparkan cara kerja sebuah sistim untuk
membantu kita dalam melakukan banyak aktivitas.
(dokpri) |
Salah
satu contoh yang sempat saya rekam adalah dalam hal penggunaan mesin cuci. Mesin
cuci ternyata bisa dioperasikan dengan kontrol jarak jauh. Kalau saya bisa
mengoperasikan alat ini, tentu akan sangat membantu. Saya bisa mengerjakan
naskah-naskah cerita di depan komputer, sementara pakian kotor siap dijemur, tanpa
harus berbasah-basah di dekat mesin cuci itu.
Adi Robot (sebutan populer dari
Adiatmo) juga memberi penjelasan tentang betapa hebatnya kemampuan teknologi
sehingga memudahkan kaum perempuan untuk melakukan beberapa pekerjaan sekaligus
dalam waktu yang bersamaan. Sebagai contoh kecil (sebenarnya sangat besar buat
saya ^^), Adi Robot juga memaparkan keunikan cara kerja alat sensor yang bisa
mendeteksi kelalaian terhadap kewajiban sikat gigi dalam keluarga. Jika Ibu
diberi alat kontrol (semacam komunikasi jarak jauh) untuk mengecek apakah ada
salah satu anggota keluarga yang lalai melakukan rutinitas sikat gigi tersebut,
maka Ibu sebagai pemegang alat kontrol itu akan tahu. Keren kan?
Adiatmo Rahardi saat memaparkan materinya (dokpri) |
Bukan itu saja. Masih banyak contoh
kecanggihan pemanfaatan teknologi lainnya bagi keluarga yang diberikan Adiatmo
Rahardi. Salah satunya alat pengecek (sensor) persediaan makanan di kulkas.
Jika isi kulkas mulai kosong, maka sensor itu yang akan memberitahu pemiliknya.
Bahkan sampai sensor tentang pengeluaran belanja dan jenis makanan sehat yang
akan kita konsumsi dari isi kulkas tersebut pun bisa dideteksi oleh alat pintar
tersebut. Wow! Mau banget ya punya alat
sensor seperti ini. Jika
ingin melihat model-model teknologi lain, bisa mengunjungi Instructables.com. “Di sana ada
penjelasan tentang tutorial pembuatan alat-alat teknologi seperti robot
tersebut,” ujar Adi.
Satu
lagi yang paling ingin saya miliki (bukan karena kepo ya ^^), yaitu alat
pengecek untuk mengawasi anggota keluarga yang serumah dengan kita. Dengan alat
ini, kita bisa mengecek kegiatan yang dilakukan anggota keluarga di rumah,
sementara kita tidak berada di sana. Luar biasa! Saya yakin, sebagai perempuan
(terlebih Ibu), bukan hanya saya yang tergiur dengan manfaat penggunaan
alat-alat berteknologi canggih seperti yang diutarakan oleh Adi Robot.
Pemilik bisnis kuliner di Banjaramasin yang perlu sentuhan TIK (dokpri) |
Semua
perempuan, apalagi yang sudah berkeluarga dan memiliki anak, kecanggihan fungsi
alat pintar itu akan sangat membantu memudahkan aktivitas mereka. Namun,
masalahnya, bagaimana dengan perempuan-perempuan yang tinggal di
pelosok-pelosok negeri tercinta ini? Seperti ketika saya berkunjung ke Banjarmasin dan sempat melihat perempuan-perempuan yang punya bisnis kuliner. Kesederhanaan dalam pengelolaan bisnis dan cara kerja mereka, menjadi salah satu contoh yang perlu dikenalkan dengan sentuhan teknologi yang lebih canggih.
Anak-anak Pemulung yang belum tersentuh TIK. (dokpri) |
Contoh lain adalah kesulitan yang sempat saya rasakan saat memberi materi tentang menulis kepada anak-anak pemulung di sekolah pemulung Bantargebang. Akses teknologi, khususnya internet yang
terbatas atau bahkan tidak ada samasekali, menjadi sebuah tantangan bagi saya sebagai trainer di sana.
Melalui
forum diskusi inilah saya berusaha mencari masukan tentang langkah-langkah untuk memikirkan solusinya. Tidak ada masalah yang tak memiliki jalan keluar. Semua harus diawali dengan
semangat. Salah satu contohnya adalah dengan mengunjungi daerah-daerah
terpencil itu, memberikan sosialisai, dan mengenalkan teknologi dari tingkat
dasar, serta dilakukan secara berkesinambungan. Dan, itu adalah tugas perempuan juga sebagai bagian dari penggerak pembangunan.
Perlukah
Personal Branding bagi Perempuan?
Dalam memanfaatkan Teknologi
Informasi, satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah peran sosial media.
Perempuan sebagai penggunanya, perlu mengukuhkan kekuatan di sosial media agar
mampu mengontrol segala aktivitasnya di sana. Untuk menjawab kondisi tersebut,
Amalia E. Maulana, Ph.D., Brand
Consultant dan Ethnographer (ETNOMARK Consulting),
hadir sebagai narasumber berikutnya.
Amalia E. Maulana, Ph.D dan materi tentang Personal Branding (dokpri) |
Perempuan hebat dan smart yang murah senyum ini, menyajikan
materi seputar personal branding
serta pemanfaatan kekuatan sosial media untuk kegiatan marketing yang efektif
dan efisien. Beliau mengatakan, “Sosial
media adalah uncontrollable media.
Untuk itu kita perlu membangun kekuatan di dalamnya.” Untuk membangun kekuatan
tersebut, personal branding memang
sangat diperlukan. Dengan kekuatan personal
branding ini kita akan bisa mengetahui seperti apa kita di mata orang lain.
Apa yang mereka bicarakan tentang kita (positif maupun negatif) saat kita tidak
bersama mereka? Seberapa besar mereka mengingat profil kita, di sanalah sebenarnya
brand kita terbentuk.
Di awal paparan materinya, Amalia
mengatakan dirinya adalah “Agent of Change”. “Saya yakin, ibu-ibu yang diundang
dan hadir di sini adalah Agent of Change
juga. Dan, sebagai Agent of Change,
kita tidak bisa bekerja sendiri. Kita harus bekerjasama,” tekannya memberi
apresiasi kepada kami yang ada di ruangan itu. Wah! Tiba-tiba rasa tersanjung
itu menyusup di hati saya. Namun, sebelum rasa tersanjung itu membubung, rasanya
saya perlu menyimak lebih jauh lagi tentang personal
branding ini.
Sebagai penulis, guru jurnalistik, blogger, dan baru saja memulai
usaha bisnis kecil-kecilan (kuliner), saya sendiri sering menggunakan istilah brand atau branding untuk mempromosikan diri dan hasil karya saya. Sementara
Amalia mengatakan bahwa brand bukan
hanya tentang iklan, banyak hal yang perlu dikaji dan dipahami lebih jauh.
Menurut
Amalia, ada tiga label yang perlu dipahami tentang brand ini:
- Brand Ambasador, yaitu bersedia mengenalkan produk atau menjadi bagian dari branding produk tanpa harus dibayar.
- Brand Endorser, yaitu membantu mempromosikan produk karena dibayar.
- Brand Guardian, yaitu terlibat secara aktif dalam melakukan branding produk serta bersedia memberikan jawaban atas keluhan/masalah dari konsumen terhadap produk tersebut.
Dari penjelasan Amalia,
saya menyimak lima kesalahan yang sering terjadi dalam penggunaan
sosial media sebagai marketing.
- Learning by doing
Amalia sangat menganjurkan untuk
meninggalkan konsep “Learning by doing” menjadi “Do it right from the beginning”.
“Melakukan semuanya dari awal dengan benar, akan membuat kita terhindar dari
masalah-masalah yang menjauhkan kita dari tujuan awal,” ujarnya meyakinkan.
- Trial and Error
Buatlah konsep yang efektif dan efisien
terhadap apa yang ingin kita tawarkan. Hal ini akan memberikan efek yang tepat
sasaran dan tidak memboroskan waktu, uang, dan tenaga. Memahami karakteristik
konsumen adalah langkah yang wajib dilakukan. Apa yang dibutuhkan konsumen (customer oriented) harus menjadi pijakan
utama. Product oriented akan
memberikan efek jangka pendek.
- Competitor Benchmarking bukan Consumer Understanding
Menghindari kebiasaan membuat produk yang
sudah ada dan pernah dibuat oleh kompetitor. “Carilah hal-hal baru yang belum pernah
diberikan oleh produk yang sama kepada customer
untuk memberi kepuasan berbeda,” imbuh Amalia.
- Advertising focus bukan “Branding (Research)” focus
Studi dan research yang kreatif tentang sebuah produk, serta menemukan
orientasi konsumen dan perilakunya merupakan langkah yang lebih tepat,
ketimbang gencar beriklan tanpa konsep yang jelas.
- Tidak memperhatikan Reputasi Diri
Menurut Amalia, reputasi adalah aset
terbesar yang harus selalu dijaga dan diperhatikan. Hal-hal positif dan negatif
tentang kita akan terekam di sosial media. Ini akan menjadi rekam jejak reputasi
kita sepanjang masa. Maka, butuh kehati-hatian yang ekstra di sini.
Berikutnya,
Amalia menjelaskan tentang Revolusi Digital. “Kita harus lebih fokus dalam hal
pemahaman konsumen, karena konsumen di era digital lebih berat untuk dipuaskan
dibanding zaman sebelumnya. Termasuk memahami prilakunya serta media yang
digunakannya,” ujarnya.
Amalia
juga memberi contoh tentang perempuan-perempuan yang belum menggunakan semua
ketersediaan akses di sosial media, seperti instagram, twitter, facebook, blog, dan lain-lain. Bagaimana cara menjangkau
mereka? Beliau menganjurkan untuk menggunakan prinsip low hanging fruit. Mencari lapisan konsumen yang paling mudah
dijangkau dibanding yang sulit, akan memberikan hasil lebih besar.
Menyempatkan foto bareng dgn Ibu Amalia |
Dari
paparan tentang personal branding
ini, Amalia memberikan gambaran tentang sebuah brand. “Brand yang kuat
adalah brand yang cemerlang, relevan,
konsisten, dan distinctive (berbeda,
istimewa),” pungkas Amalia.
To be continued .... [Wylvera
W.]
Sarat pengetahuan...tfs mbak....slm kenal :)
BalasHapusMakasih, Mbak. Salam kenal kembali. :)
HapusAku juga mau mesin cuci cerdas itu loh, mbak. Asik banget tuh bisa nyuci sendiri dengan sensor jarak jauh, trus bisa jemur sendiri pula :D
BalasHapusHahaha, aku juga pengin, Mbak. Etapi, kalau urusan ngejemur mah teuteup kitalah. ^_^
Hapus