Diminta berbicara tentang 'Sastra
Anak' dalam acara talkshow merupakan
hal baru buat saya. Apalagi buat anak saya, Mira. Tentu saja dia
bertanya-tanya. “Nanti aku harus bicara apa di sana, Bu?” lalu “Kalau nggak
nyambung sama tema, gimana ya?” Namun, demi menguatkan semangat berbagi
pengalaman di dirinya, saya tetap mengatakan bahwa “Kita harus bisa. Sebab tema
yang panitia minta tidak jauh dari pengalaman kita sebagai penulis. Sudah
seharusnya kita membaginya kepada yang belum paham.”
Begitulah, akhirnya saya menyetujui
permintaan Ketua Forum Lingkar Pena Wilayah Jakarta Raya, Sudi Yanto. Agar
lebih siap, saya juga sempat menanyakan masukan dari Kang Ali Muakhir (salah satu penulis bacaan anak yang karya-karyanya sudah tersohor sampai ke pelosok negeri ini). Saya
tahu kalau beliau pernah beberapa kali diminta untuk mengisi kegiatan senada di
FLP. Tentunya beliau lebih berpengalaman. Syukurlah, jika akhirnya beliau
memberi dukungan.
Sabtu, 27 Juni 2015, saya dan Mira
akhirnya tiba di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Acara yang awalnya
dijanjikan akan dimulai tepat pukul 13.00, akhirnya mundur satu jam. Waktu
sejam itu kami manfaatkan untuk berbincang-bincang dengan Ketua FLP Wilayah
Jakarta Raya (Mas Sudi) dan Ketua Cabang Ciputat (Mbak Amal) serta beberapa pengurus lainnya.
Acara yang akan kami isi merupakan kegiatan rutin yang secara berkala dihelat
oleh FLP Wilayah Jakarta Raya (Jabodetabek) dengan nama “Pengajian Sastra”.
Kegiatan ini adalah sebuah gerakan literasi yang saat itu dalam edisi Roadshow ke FLP Cabang Ciputat.
Sementara temanya adalah “Ketika Sastra Memengaruhi Imajinasi Anak”.
Acara pun dimulai pada pukul 14.10
WIB. Pembawa Acara membukanya dengan rapi dan hikmat. Diawali dengan pembacaan
Al Qur’an, menyanyikan lagu Indonesia Raya, serta sambutan dari para Ketua FLP. Setelah itu, talkshow yang menjadi inti acara dipandu
oleh Moderator cantik yang kreatif. Beliau juga seorang penulis buku ternyata. Bela
namanya.
Tak kenal maka tak klik! Untuk
itu, MC menyampaikan profil saya dan Mira dengan gayanya yang kocak. Saya suka
cara Mbak Bela menghidupkan suasana. *kapan-kapan saya ajak jadi asisten ya, Mbak* ^^
Diam-diam saya memerhatikan peserta talkshow. Mereka antusias menyimak sambil sesekali tersenyum. Selepas itu, saya pun menayangkan slide materi yang berjudul “Sastra dan Imajinasi Anak”.
Diam-diam saya memerhatikan peserta talkshow. Mereka antusias menyimak sambil sesekali tersenyum. Selepas itu, saya pun menayangkan slide materi yang berjudul “Sastra dan Imajinasi Anak”.
Mbak Bela membacakan profil saya dan Mira - dokpri |
Hal pertama yang perlu dipahami adalah arti dari kata Sastra. Saya
mengutip dari Wikipedia
yang menyebutkan bahwa Sastra
merupakan kata serapan dari bahasa
Sanskerta śāstra,
yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau
"pedoman", dari kata dasar śās-
yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Dalam bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan
untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang
memiliki arti atau keindahan tertentu.
Sementara yang menjadi topik pada talkshow itu adalah tentang “Sastra
Anak”, yaitu karya sastra yang ditulis oleh orang dewasa, remaja, dan anak-anak,
berisi kisah tentang dunia yang akrab dengan anak-anak dan dapat dipahami oleh
anak-anak.
Saya menjelaskan beberapa hal yang terkait dengan materi - dokpri |
Selanjutnya
saya menayangkan ciri-ciri sastra anak. Jika dilihat dari segi kebahasaan,
karya sastra untuk anak itu menggunakan kalimat sederhana, kata-kata yang sudah
dikenal oleh anak-anak, gaya bahasa (majas)nya mudah dipahami anak, serta
mengandung imajinasi yang mudah dijangkau oleh pemahaman anak. Selain itu,
karya sastra untuk anak juga memiliki
alur yang sederhana (tidak berbelit-belit) dan berbentuk linear (alur maju).
Tokoh dalam sastra anak bisa berupa manusia, binatang, tanaman, atau benda
mati. Setting yang dipakai dalam
cerita ada di dunia anak. Karakter tokohnya bisa dikenali dengan jelas (baik
atau jahat). Tema cerita tunggal dan mendidik.
Mira menceritakan apa yang melatarbelakanginya jadi penulis - dokpri |
Dari definisi
dan ciri-ciri itu, saya mengatakan bahwa saya harus me-review kembali buku-buku karya saya. Demikian juga Mira. Semoga buku-buku karya kami masuk dalam kriteria itu. Lalu,
bagaimana buku-buku itu akhirnya mampu memengaruhi imajinasi anak. Moderator
akhirnya menggiring talkshow pada
sesi tanya jawab. Beliau meminta Mira menceritakan alasan apa yang membuatnya
memilih mengikuti jejak saya sebagai penulis. Adakah pengaruh dari profesi saya
sebagai penulis pada perkembangan imajinasi Mira? Bagaimana saya menyikapi tentang
anak-anak yang cenderung lebih menggemari games
ketimbang membaca buku atau mengakrabi sastra anak?
Mira pun
menceritakan bahwa awalnya dia tertarik untuk menulis puisi. Karena saya
menganggapnya mampu menulis lebih dari sekadar puisi, maka dia pun mencoba
menulis cerita pendek. Dan cerpen itu diikutkannya lomba. Walau tidak masuk
dalam jajaran juara 1, 2, dan 3 namun Mira merasa bangga saat mengetahui karya
pertamanya mampu menduduki kategori nominasi cerpen terbaik di level Elementary
School, Urbana Illinois, USA. Mira juga mengatakan bahwa dia senang menulis.
Bisa jadi itu karena sering mendengar Ibu bercerita dan menulis juga. Kalau
ditanya tentang gaya tulisannya, Mira tak pernah memikirkan apakah itu memenuhi
kriteria sastra anak atau tidak. Katanya “Aku ingin
menulis, maka aku pun menuliskannya saja sesuai kata hatiku. Yang penting tidak keluar dari jalur dan etika penulisan.”
Selanjutnya, profesi
saya sebagai penulis, belakangan baru menunjukkan pengaruh besar buat kedua
anak saya. Terlebih buat Mira. Kecerdasan linguistiknya kian terbentuk bukan
tanpa sebab. Saya yakin bahwa itu digerakkan oleh kecintaannya pada dunia
menulis dan membaca. Imajinasinya kian berkembang dan terbentuk juga bukan
tanpa sebab. Semua itu bisa jadi karena saya terus mendampinginya bergerak
bersama di dunia kepenulisan dan literasi.
Mira buka kartu ih ^^ "Ibu itu cerewet kalau bicara soal tulis-menulis." |
Demikan, talkshow terus bergulir. Bahasan
meliputi upaya agar anak-anak bisa dikembalikan kepada bacaan yang bermanfaat
agar tidak tergerus oleh pengaruh buruk dari kecanggihan akses teknologi (baca:
gadget). Kalaupun mereka dekat dan
melek teknologi, tetap diarahkan pada hal-hal yang bemanfaat. Seperti terampil
mengakses bahan-bahan bacaan bermutu, untuk dijadikan sebagai referensi demi
menambah pengetahuan yang positif.
Di sesi tanya
jawab, para peserta mengajukan pertanyaan yang bernas. Beberapa di antaranya;
Bagaimana jika otak kanan si anak lebih dominan memengaruhi cara berpikirnya? Bagaimana
pengaruh cerita-cerita anak yang selalu berakhir dengan happy ending, sedangkan kita tahu bahwa tidak semua yang dialami
anak berakhir bahagia? Bagaimana dengan buku-buku bacaan anak yang sesungguhnya
tidak layak untuk dibaca oleh anak? Apakah masih layak buku-buku itu disebut sebagai
karya sastra yang mampu memengaruhi imajinasi positif pada anak sebagai
pembacanya? Dan beberapa pertanyaan lainnya yang membuat momen talkshow semakin menarik.
Saya mencoba
memberikan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya katakan bahwa kita
harus bisa memerhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak kita. Terlebih pada
sikap dan perilakunya yang merupakan cermin fungsi otaknya. Sebagai orangtua,
kita harus terus membantu agar otak anak berfungsi secara berimbang agar dia
mampu berpikir kreatif, ingatannya tajam, kreatif dalam menulis, mampu menjadi
pendengar yang baik dan bisa membaca sekaligus memahami apa yang dibacanya.
Peserta yang antusias bertanya - dokpri |
Tentang cerita
yang selalu berakhir happy ending
sebenarnya tidak menjadikan pembaca anak jadi minder, penghayal, cenderung
tidak mau melewati proses. Jadi bacaan yang baik untuk anak bukan terletak pada
endingnya, namun alur yang
menggambarkan perubahan karakter tokohnya dari buruk menjadi baik, baik menjadi
buruk, miskin menjadi kaya, dan sebaliknya itulah yang menjadi contoh buatnya.
Jika alur yang menunjukkan proses pencapaian ending bahagia itu dikemas dengan baik, maka si anak yang membaca
cerita itu pun akan memperoleh pelajaran dari sana.
Untuk
buku-buku anak yang terpajang di toko-toko buku, tidak bisa dipungkiri kalau
belum tentu semuanya pas untuk anak-anak. Di sinilah tugas kita sesungguhnya. Baik bagi saya sebagai penulis maupun peran sebagai orangtua dalam mendampingi anak-anak memilih bahan bacaan. Sebagai penulis, saya dan teman-teman penulis bacaan anak lainnya
selalu berusaha agar konsisten membuat cerita yang sesuai dengan anak-anak.
Menyajikan karya dengan bahasa yang indah dan menggugah, juga bagian dari
tanggung jawab kami.
Alhamdulillah, ini surprise di akhir acara untuk saya dan Mira. Luar biasa! |
Akhirnya talkshow yang menghabiskan waktu dua setengah jam itu, berakhir dengan satu kesimpulan dan pesan dari saya dan
Mira. “Dekatkanlah anak dengan buku-buku bacaan yang bermutu, sampaikan kepada
mereka kisah-kisah yang mendidik agar imajinasinya tumbuh dan mampu berkembang
ke arah yang positif dan kreatif.”
Foto bareng MC sebelum berpisah - dokpri |
Terima kasih
pada FLP wilayah Jakarta Raya dan cabang Ciputat yang telah memberi kepercayaan
kepada kami menyampaikan dan mengulas tema di atas. Semoga yang sedikit dari
kami mampu memberikan manfaat lebih banyak kepada peserta talkshow. Aamiin. [Wylvera W.]
Alhamdulillah anak saya gemar membaca Mba Wiek, meskipun memang gempuran teknologi dalam bentuk fasilitas yg ditawarkan berbagai gadget sering menggodanya. Intinya memang kontrol dari ortu ya.
BalasHapusBetul, Mbak. Gak jauh beda sama anak-anakku yang gak bisa lepas dari gadget. Yaaa, anggaplah ini jadi PR kita. Semoga tetap bisa menyeimbangkannya. Aamiin.
HapusManteb pisan ... goodluck Mbak Wy dan Mira.
BalasHapusBaru tahu, ada lagu Indonesia Raya di Pengajian Sastra :)
Iya, Alhamdulillah, Kang. Acara lancar. Tks ya. :)
Hapuskayanya seru tuh acaranya :)
BalasHapusBetul, seru banget.
HapusAku termasuk orang yg suka baca cerita anak dari kecil dan suka mendongengkan ke adik - adikku. Cuma belum nyoba nulisnya. Suka salut sama yang bisa nulis cerita anak seperti Mbak Wylvera. Good luck dan sukses selalu, Mbak^^
BalasHapusAyo dong, Mbak. Kita nulis buat anak-anak. Ditunggu ya karyanya. :)
HapusUlasan acara yang cukup lengkap sehingga saya bisa membayangkan gambaran keseluruhan acara. Mudah-mudahan lain waktu bisa ikut jadi peserta acara yang disi oleh Mbak Wy ^_^
BalasHapusAiiih, ada Suhu yang komen. Jadi minder ini. ^_^
HapusAllhamdulillah anakku masih suka buku mbak
BalasHapusIya, Lidya. Harus terus dipupuk kecintaannya pada buku. :)
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus