Bersama para siswi SMP Islam Dewan Dakwah (dokpri) |
Dulu,
setiap kali diminta untuk memberi pelatihan menulis untuk anak-anak, selalu ada
rasa tidak percaya diri di benak saya. Pengalaman dan kemampuan saya rasanya
belumlah memadai untuk itu. Namun, melihat besarnya minat yang meminta, kok
rasanya gak tega menolak. Maka saya pun bergerak dari niat ingin berbagi itu.
Bukankah tak harus menunggu punya ratusan buku dulu baru bersedia berbagi ilmunya. *CMIIW*
Sejak
itu, saya pun semakin bersemangat berbagi apa yang saya tahu. Dan senangnya, yang
sedikit dari saya itu selalu dirasa besar manfaatnya bagi mereka yang mengikuti
pelatihan. Dari sedikit yang saya bagi itu, mampu memicu semangat anak-anak itu
untuk memulai menulis. Kenyataan ini membuat saya semakin percaya diri. Di
samping itu, saya terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tentang menulis
(khususnya menulis cerita). Dari yang lebih ahli tentunya. Sebab, di atas
langit masih ada langit kan? ^_^
Pada
hari Selasa, 8 Juni 2015 yang lalu, saya kembali diminta oleh teman untuk
berbagi ilmu (biar keren saya sebut ilmu dong ya, hehehe) dan pengalaman
menulis. Teman saya itu kebetulan guru di SMP Islam Dewan Dakwah yang berlokasi
di Komplek Pusdiklat Dewan Dakwah, Setiamekar, Tambun Selatan, Bekasi.
Tidak
terlalu lama saya berpikir untuk menerima tawaran itu. Terlebih saat mengetahui
kalau yang akan saya ajari adalah murid-murid soleha yang semuanya perempuan. Mereka itu katanya sudah terlatih berdakwah, namun tetap haus akan
ilmu menulis. Wah! Ini akan menjadi pengalaman baru lagi buat saya. Berbagi
ilmu menulis kepada anak-anak yang sehari-harinya sudah dilatih untuk terampil
berorasi. Saya harus mampu menyajikan materi dengan apik. Tantangan banget buat saya.
Tibalah
hari ‘H’. Saya hadir lebih cepat dari waktu yang diminta. Tak apa. Saya jadi
punya waktu untuk beradaptasi dengan lokasi acara. Saya juga bisa menyempatkan
diri mengenal beberapa guru sebelum berhadapan dengan sekitar 70 murid yang
semuanya perempuan itu.
Sambutan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (dokpri) |
Sambutan Kepala Sekolah dan sekaligus membuka acara pelatihan (dokpri) |
Acara
yang dikemas sedemikan rapi oleh pengurus OSIS (mereka menyebutnya Lajnah
Banatil Yaum). Saya kagum pada anak-anak SMP itu. Dari Pembawa Acara hingga
kata sambutan Ketua Lajnah yang tampil, memberikan gambaran yang sesuai dengan
tempat mereka bersekolah. Kalimat yang mereka gunakan sangat terangkai dengan
rapi. Lancar dan mengalir.
Saya
deg-degan? Ya ... sedikit.
Akhirnya
setelah moderator selesai membacakan profil dan CV saya, waktu pun saya ambil
alih. Bismillah ... saya berdoa dalam hati. Semoga cara saya menyajikan materi
tentang kepenulisan mampu klik ke
mereka. Saya buka dengan salam dan motivasi awal tentang pentingnya
keterampilan menulis untuk melengkapi profesi. Semua tekun menyimak.
Pelan-pelan rasa deg-degan yang tadi muncul menghilang. Saya mulai melebur
dengan mereka.
Lihatlah betapa tekunnya mereka menyimak ^^(dokpri) |
Saya pun bersemangat menjelaskan (dokpri) |
Setelah
materi motivasi selesai, saya mulai masuk ke teknik menulis. Mulai dari
menemukan dan memilih ide serta mengemasnya menjadi sebuah cerita yang menarik.
Belum ada pertanyaan. Mereka masih fokus pada pemaparan saya. Hingga sampai
pada penentuan nama dan karakter tokoh, barulah mereka merespon.
“Bolehkah
kita membuat cerita dari kisah nyata tapi dibikin fiksi?”
“Bagaimana
cara memilih ide yang menarik jika ide itu banyak sekali?”
“Apakah
karakter tokoh utama harus selalu baik?”
Dan,
masih banyak lagi pertanyaan yang mereka ajukan sebelum masuk ke sesi praktik
pertama.
Membacakan nama dan karakter tokoh (dokpri) |
Saya
jelaskan bahwa sah-sah saja jika mereka mau mengambil ide ceritanya dari kisah
nyata. Selama nama tokoh dan detail cerita aslinya sudah diubah ke dalam format
fiksi. Saya berikan beberapa contoh tentang cerita seperti itu.
Memilih
ide di antara puluhan ide yang bermunculan di kepala kita, memang bukan hal
yang mudah. Karena ide cerita yang kita punya belum tentu tidak dimiliki oleh
orang lain. Maka kuncinya memang harus banyak membaca. Dari banyaknya bahan
bacaan, kita akan terbantu untuk memilih dan mengemas ide yang berbeda. Untuk melengkapi pertanyaan
ini, saya kembali memberikan contoh dari satu ide yang sama tapi dikemas dalam
sajian yang berbeda. Intinya jangan menjadi plagiator.
Untuk
karakter tokoh, saya kembali menjelaskan bahwa tidak selalu karakter yang
baik-baik itu melekat pada tokoh utama dalam cerita. Yang perlu diperhatikan
adalah pergerakan/perubahan karakter tokoh utama itu. Dari buruk menjadi baik,
atau sebaliknya. Karena dari sanalah cerita dibangun. Dari sana pula konflik
muncul dan mampu mewarnai alur cerita.
Praktik membuat cerita, minimal dua halaman folio (dokrpi) |
Mereka
manggut-manggut menyimak pemaparan saya. Alhamdulillah ... saya semakin
bersemangat. Inilah yang membuat saya selalu merasa keasyikan jika sudah
berdiri di depan para peserta (terlebih anak-anak dan remaja). Jika apa yang
saya bagi direspon dengan antusias, maka momen itu akan semakin mengasyikkan.
Inilah mereka yang terpilih dari dua sesi praktik (dokrpi) |
Saya
kembali melanjutkan materi sampai tuntas ke bagian ending dan self editing.
Setelah semua materi selesai, saya akhiri dengan sesi praktik kedua, yaitu
menulis cerita dengan memasukkan tokoh dan karakter yang sudah mereka buat di
praktik pertama. Cerita yang mereka buat merujuk pada ilustrasi yang sengaja
saya buat acak sesuai dengan jumlah gambar para tokoh di praktik pertama.
Akhirnya dari semua cerita, saya memilih tiga terbaik. Mereka mendapatkan buku
karya saya sebagai hadiahnya.
Alhamdulillah, berkah itu selalu menyertai keikhlasan (dokpri) |
Begitulah,
kebersamaan di kelas pelatihan menulis itu akhirnya menghabiskan waktu sekitar
tiga jam. Setengah jam sebelum masuk waktu zuhur, acara pun diakhiri dengan
penyerahan kenang-kenangan untuk saya. Tidak hanya satu. Ada sertifikat, buku
karya Bapak Kepala Sekolah, piagam dan lainnya. Wah! Saya terharu karena mereka
begitu menghargai profesi saya. Masya Allah ... semakin berkah rasanya.
Alhamdulillah, mereka memborong buku-buku saya dan Yasmin (dokpri) |
Terima
kasih untuk awal dan akhir yang manis ini. Semoga apa yang saya sampaikan bisa
dimanfaatkan dan memicu semangat menulis kalian anak-anakku yang soleha.
Aamiin. [Wylvera W.]
Pertanyaan2 dr adik2 begitu mengejutkan. Seumuran mereka lho. :)
BalasHapusIya, saat usai praktik pun aku kaget baca karyanya. Sepertinya mereka sudah terbiasa menulis. :)
HapusSemoga kelak bermunculan penulis2 muda yang jago ya Mbak...
BalasHapusAamiin, iya semoga. Makasih, Mbak Rita. :)
HapusIya mba, berbagi memang membahagiakan hati kita sendiri
BalasHapusBetul.
HapusSelalu ada terasa bertambah saat kita membagi ilmu yang kita punya, yaitu pengalaman. :)
Ih, Banyak banget yah ternyata kalo dilihat dri foto bersama ^^ Syukron, Jazakillah Bunda wiwik ^^
BalasHapus-Dapet salam dari anak Banat ^^ (SMP Islam Dewan Da'wah)
Sama-sama, Mbak Annisa.
HapusWa'alaikumsalam....
Salam kembali ya. Tetap semangat untuk menulis. Ditunggu karyanya. :)
hebat mbak wiwiek selalu berbagi melalui pelatihan menulis, Semoga banyak penulis2 bagus muncul kaya mbak wiwiek
BalasHapusAamiin, semoga lebih bagus tentunya, Lidya. ^_^
HapusUngunya itu menggoda kalilaaa. *batuk*
BalasHapusI love purple! Hahahaha ....
Hapus