Suasana ruangan seminar (dokpri) |
Kegemaran
membaca dan menulis pada anak adalah paduan ideal yang menjadi harapan banyak
orangtua. Namun tidak semua anak menyukai keduanya. Ada yang senang membaca
tapi belum tentu gemar menulis dan sebaliknya. Tidak salah memang, tapi sebagai
orangtua, kita selalu berharap agar anak-anak kita mencintai keduanya. Lalu,
apakah harapan itu bisa terwujud jika orangtua tidak pernah mencontohkannya?
Bisa iya bisa tidak. Namun lazimnya untuk memudahkan agar anak terbiasa
memadukan kegemaran membaca dan menulis ini, orangtua hendaknya bisa menjadi
teladan mereka.
Terkait
dengan tujuan menyelaraskan kegemaran membaca dan menulis ini, saya diminta
untuk menjadi salah satu narasumber oleh Bu Tien di TK Islam Istiqomah,
Cibinong, milik beliau. Sementara dua materi lainnya yang berhubungan dengan
tumbuh kembang dan pendampingan anak, disampaikan oleh Suci Susanti (Aktivis
Lapas Anak dan Ketua Gerakan Peduli Remaja), dan Reni Rudiyanto (Ketua Yayasan
Tunas Cabe Rawit, Pendiri Sekolah dan Taman Bermain Lil’bee).
Mengapa
harus kami bertiga? Tidak ada hal istimewa sebenarnya yang melatarbelakangi
mengapa kami bertiga yang diminta mengisi seminar itu. Bu Tien sudah lama ingin
mengundang kami. Beliau pernah mengikuti acara seminar yang pernah kami
selenggarakan di kawasan Ruko Sumarecon Bekasi, akhir Desember 2014 yang lalu.
Dari momen itulah, Bu Tien berniat ingin mengundang kami ke sekolahnya.
Seminar Parenting ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Pendidikan
Nasional dan Milad TK Islam Istiqomah yang ke-6. Niat baik ini bisa terlaksana
pada hari Sabtu, 30 Mei 2015 yang lalu. Acara dibuka oleh Bu Tien, sekitar pukul 09.00 WIB. Sementara, saya akan
menyampaikan tema tentang “Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak”.
Di
postingan ini, saya hanya menyajikan bagian dari materi yang saya bawakan.
Sebab, akan panjang sekali postingannya jika saya memaparkan dua materi yang
tak kalah seru dari kedua partner
saya di mini seminar itu. Semoga di postingan berikutnya saya bisa merangkum
hal-hal penting bemanfaat yang telah disampaikan oleh Suci dan Reni.
"Kita adalah role model bagi anak." (dokpri) |
Sebagai
pembicara pertama dengan tema “Menumbuhkan Minat Baca dan Menulis pada Anak”,
saya mengawali materi dengan beberapa tahapan sebagai pemicu yang bisa dipratikkan
orangtua. Diantaranya; Sejak usia berapa anak mulai bisa dikenalkan dengan
bacaan? Mengapa harus menstimulasinya dengan membaca? Buku apa yang pas untuk
dibaca? Apa saja faktor pendukungnya?
Dari
beberapa pertanyaan yang saya paparkan di slide,
ternyata masih ada orangtua yang abai pada salah satu tahapan tersebut. Sebagian
dari orangtua hanya menyuruh tanpa memberi contoh. Inilah yang menjadi
pembahasan untuk menghidupkan suasana seminar. Saya berusaha meyakinkan bahwa
sebagai orangtua kita tidak bisa menginginkan anak kita gemar membaca kalau
kita sendiri tidak mencontohkannya.
Serius menyimak (dokpri) |
Berlanjut
ke materi tentang menumbuhkan minat menulis. Saya kembali memaparkan
langkah-langkah yang bisa dicoba oleh ibu-ibu yang hadir di seminar itu. Saya
mengawali materi ini dengan satu kata kunci sebagai pemicu terbesar, yaitu
membaca. Dari banyak membacalah anak menemukan jalan untuk mengawali
kegemarannya pada menulis. Lalu pada usia berapa anak bisa dirangsang untuk
mulai menulis? Karena setiap anak berbeda dalam perkembangan motoriknya, maka
orangtua pun tidak bisa menerapkan teori yang sama. Selanjutnya saya
menjelaskan proses memicu anak dalam kegiatan menulis dan apa dampak positif
dari anak yang gemar menulis.
Di
sesi pertanyaan, ada satu hal yang paling membuat saya terkesan. Seorang ibu
bingung untuk menemukan cara agar anaknya yang cenderung memiliki kecerdasan
kinestetik (kecerdasan fisik) untuk gemar membaca. Kecerdasan kinestetik yang
dimaksud adalah kecerdasan yang terkait dengan olah tubuh. Anak yang memiliki
kecerdasan kinestetik ini menyukai hal-hal yang berkaitan dengan gerak tubuh
seperti olahraga dan seni tari. Anak kinestetik cenderung susah diam dalam
waktu lama.
“Anak
saya memang senang membeli buku. Buku-buku yang dibeli biasanya bergambar robot
kesukaannya. Tapi ketika sampai di rumah, dia hanya membolak-balik halaman buku
itu dan melihat gambarnya saja, tanpa mau membacanya. Menumpuklah buku-buku itu
tanpa pernah dibaca. Menurut Bu Wiwiek, bagaimana caranya agar anak saya mau
membaca buku yang dipilih dan dibelinya itu?”
Saya
mencoba memberikan solusi dengan membuang segala unsur paksaan. Walaupun proses menuju hasilnya
mungkin akan lambat, saya berharap si Ibu mau mencobanya di rumah. Dari beragam
penjelasan, anak yang memiliki kecerdasan kinestetik juga memiliki kecerdasan
di bagian otak yang mampu mengendalikan gerakan tubuh untuk terampil
menggunakan jari atau motorik halus. Bagian ini bisa dijadikan peluang awal
bagi orangtua yang memiliki tipe anak serupa.
“Mulailah
dengan pelan-pelan mengajaknya menggunakan alat tulis. Coba Ibu balik
tahapannya. Bukan dengan membaca tapi menulis. Minta si anak membuat gambar
sesuai dengan gambar robot-robot yang dia suka di buku yang dibelinya itu.
Biasanya anak seperti ini tidak akan mudah untuk mengikuti format baku, jadi
biarkan dia menggerakkan jari semampunya. Ibu juga bisa terlibat di dalamnya.
Bisa dengan mengatakan kalau Ibu ingin sekali dia menggambarkan robot untuk
Ibu. Lalu, jika berhasil di tahap ini, katakan pula kalau Ibu ingin dia
bercerita tentang kehebatan robot yang digambarnya itu,” jawab saya sangat
hati-hati.
Ibu-ibu pada antusias bertanya (dokpri) |
Begitulah,
setelah sesi pertanyaan dibuka, beberapa Ibu sangat antusias mengajukan
pertanyaan. Namun, waktunya memang terbatas karena masih ada dua pemateri lagi yang akan mengisi sesi seminar itu. Dengan keterbatasan waktu tersebut, saya berusaha memberi jawaban dengan ragam
contoh agar lebih mudah dipahami dan dipraktikkan pada anak-anak mereka. Dan, saya tidak
mengira kalau materi yang saya sampaikan begitu memicu semangat bertanya para
Ibu yang hadir di mini seminar itu.
Satu
lagi pertanyaan dari salah satu guru TK di sekolah itu yang membuat saya
spontan teringat pada zaman anak saya masih duduk di sekolah dasar.
“Bu,
kita terkadang bingung memberi pemahaman kepada orangtua yang ingin
mendaftarkan anaknya ke sekolah ini. Pertanyaan yang diajukan pertama kali
biasanya tentang materi pengajaran yang diberikan. Kecenderungan para orangtua ketika
anaknya masuk di TK, menginginkan pihak sekolah lebih banyak memberikan materi
tentang membaca dan menulis agar anak mereka tidak ketingalan saat masuk SD.
Bagaimana menurut Ibu? Apakah kami harus memenuhi permintaan itu?”
Pertanyaan
ini membuat saya memutar ingatan pada masa-masa kedua anak saya bersekolah di
Amerika. Ketika itu anak-anak saya seperti dikejutkan oleh sistim pembelajaran
yang benar-benar berbeda dengan sekolah asal mereka. Di sana, pada level
sekolah dasar pun penyajian materi dari masing-masing bidang studi disampaikan
dengan menekankan pada konsep bermain dan dekat dengan alam. Apalagi di level
TK, anak-anak tidak dipaksa untuk
mengenal dunia baca dan menulis. Meskipun arahnya ke sana, tapi cara
pembelajarannya tetap menitikberatkan pada konsep bermain dan dekat dengan
alam. Hasilnya sungguh luar biasa. Anak-anak saya jadi lebih percaya diri dan mampu menerangkan suatu masalah dengan pemaparan logis dalam versi anak-anak. Contoh inilah yang saya sampaikan sebagai pembanding.
Saya memberi gambaran tentang konsep pembelajaran untuk anak usia TK |
“Memang
sistim di kita berbeda dengan sana, Bu. Meskipun di beberapa sekolah sudah
banyak yang mengadopsi sistim pembelajaran yang tidak memberatkan, seperti
mendorong anak sedemikian rupa untuk mencapai target bisa membaca dan menulis
ketika naik level ke SD. Saran saya, pertahankan saja pola pengajaran yang
sudah ada di sekolah Ibu. Mengajarkan anak-anak dengan cara yang mereka ketahui,
yaitu lewat bermain dengan tetap mengarahkannya itu sudah benar. Misalnya dalam mengenal bentuk
dan warna, tidak sekadar mengenalnya lewat bahan bacaan dan menuliskannya di
buku tulis. Bagaimana anak mengenal kata pohon dengan memperlihatkan langsung
pada bentuknya. Anak akan mengenal lebih dari sekadar kata pohon. Di sana dia
juga akan mengenal warna, dan sebagainya. Cara seperti ini akan mengendap lebih
lama di ingatannya. Dan suatu hari nanti, apa yang mengendap itu bisa menjadi
referensinya dalam kegiatan membaca dan menulis dan menjelaskan hal-hal lain
terkait dengan kata itu,” papar saya panjang lebar memberi masukan.
Akhirnya,
sesi pertama dari saya pun usai. Saya sangat berterima kasih atas keantusiasan
peserta seminar pada materi yang saya sampaikan. Semoga masukan, jawaban, dan
tips yang telah saya sampaikan bisa dipraktikkan dan memberi manfaat nyata pada
putra-putri peserta seminar. Terima kasih juga kepada Bu Tien yang sudah
mengundang kami untuk berbagi pengalaman di TK Istiqomah. Semoga kerjasama ini
terus terjalin dengan baik. Aamiin. [Wyvera
W.]
Terima Kasih sharingnya mak,,,,
BalasHapusAnak saya umur 28 bulan juga belum minat dibacain buku cerita. Cuma dilihat-lihat gambarnya aja :)
Sama-sama, Mak.
HapusGak apa-apa, jangan dipaksa, tapi tetap didampingi dan diarahkan aja pelan-pelan. :)
Thanks for sharing Mbak. Saya juga ibu dari seorang anak yang cenderung tipe kinestetis nih, tapi usianya baru 2 tahun 8 bulan. Saya merasakan sekali kalau anak kinestetis memang biasanya kurang suka duduk diam terlalu lama, jadi kalau ingin mengenalkan sesuatu, harus melibatkan aktivitas fisik. Sementara saya tipe orang yang visual dan betah duduk berlama-lama he he. Semoga saya selalu sehat dan kuat meladeni anak saya bermain sambil belajar.
BalasHapusAamiin ....
HapusIya, Mbak, mendampingi anak dengan kecerdasan kinestetik memang kitanya juga harus ikut aktif. Harus sabar dan rajin sih. :)
Ibu2nya semangat banget ya...byk yg nanya2 seputar materi seminar... Memang sejak awal kalau anak2 sudah dikenalkan dengan minat membaca insyaAllah anak tersebut akan menjadi anak yg byk pengetahuannya ...
BalasHapusIya, Mbak biasanya begitu. Apalagi kalau yang dibahas itu seputar dunia anak. Btw, betul, karena lewat membaca anak akan menemukan banyak pengetahuan baru. :)
HapusAku pikir mbak wiwiek gak update blognya, ternayta di bloglist aku yang gak update, pantesan lama gak berkunjung kesini
BalasHapusHahaha, aku juga kangen kunjungannya (padahal aku jarang berkunjung ya) *siap disembur* ^_^
Hapus