Hidup dengan beragam kesibukan
membuat kita terlupa mendongeng untuk anak-anak. Padahal untuk mendongeng
tidak membutuhkan waktu yang lama. Cukup 10 -15 menit saja, namun manfaat yang
bisa diberikan sangatlah besar jika dilakukan rutin. Salah satunya, dongeng
mampu menciptakan kedekatan. Seperti pengalaman saya selama ini.
Selain menjadi penulis, profesi saya
adalah guru ektrakurikuler jurnalistik dan menulis di salah satu SDIT di Bekasi
(sejak tahun 2010 – sekarang). Murid-murid yang saya didik adalah mereka yang
duduk di kelas 3, 4, dan 5. Di tahun-tahun pertama, saya seolah tanpa sengaja
selalu menyediakan waktu sekitar 15 menit di akhir jam mengajar. Untuk apa?
Betul! Saya sengaja menyempatkan diri untuk bercerita kepada murid-murid saya.
Cerita
yang saya sajikan tentulah disesuaikan dengan usia mereka. Bisa juga dimodifikasi
dari buku-buku dongeng yang sudah ada agar lebih menarik. Yang terpenting, pesan moral di dalamnya bisa sampai. Jadi
tidak perlu repot untuk memberikan nasihat berpanjang-panjang yang belum tentu
terekam dalam benak anak-anak murid saya itu. Kalau selama ini kita paham
dengan istilah “learning by doing” kali ini saya coba menambahkan istilah baru
deh, yaitu “learning by hearing”. Nggak apa-apa ‘kan ya, maksa sedikit?
Seiring
dengan berjalannya waktu, kebiasaan saya mendongeng (dengan gestur yang ala kadarnya itu), memberi
perubahan nyata. Kehadiran saya di ruang kelas terasa tidak semata-mata
dipandang sebagai guru oleh murid-murid saya. Kedekatan kami seolah menjelma
menjadi antara Ibu dan anak. Ini memudahkan saya dalam menyampaikan
materi-materi pelajaran tentunya. Bahkan hingga sekarang, selalu saja ada murid
saya yang tetap menjalin komunikasi dengan saya. Padahal mereka sudah duduk di
bangku SMA.
“Bu
Wiwiek, masih suka mendongeng?”
“Bu
Wiwiek apa kabar? Saya kangen lho. Kapan bisa mendengar cerita-cerita Bu Wiwiek
lagi?”
Begitulah
mereka sesekali menyapa saya di facebook.
Jarak dan waktu yang telah memisahkan kami seolah selalu dilekatkan dengan
kenangan kebiasaan saya mendongeng itu.
Bahkan
ada salah satu murid saya yang dulunya penakut, karena salah satu cerita yang
saya sampaikan berubah menjadi pemberani.
“Bu Wiwiek, makasih ya. Saya sekarang nggak penakut lagi lho.”
Nah,
ini bukti nyata dari luar biasanya efek mendongeng dan cerita yang saya berikan
kepada anak-anak itu. Jarak dan waktu yang telah sekian lama memisahkan kami
ternyata masih menyisakan kenangan indah di hati mereka. Padahal dulu, waktu
saya hanya seminggu sekali (sekitar 1 ½ jam di kelas dengan menyisakan 10 – 15
menit) untuk mendongeng di kelas. Namun mampu memberikan dampak positif pada
murid-murid saya. Mengapa kita para orangtua yang setiap hari bertemu anak-anak
kita di rumah enggan melakukannya? Yuk, ah ... mulai sekarang sisakan waktu
buat anak-anak kita untuk mendongeng. Lalu, nikmati hasilnya kelak. [Wylvera W.]
Postingan ini ditulis dalam rangka menyambut “Festival Dongeng
Internasional” yang akan diadakan pada tanggal 31 Oktober dan 1 November 2015
di Museum Nasional.
Info lengkap tentang event tersebut ada di http://indostoryfest.com/
Benarrr..aku kudu latihan mendongeng ni,, pengenya malah bikin cerita dongenng sendiri dan bikin gambar2nya sendiri aku mb
BalasHapusWah! Hebat, kalau bisa bikin gambarnya sendiri. :)
HapusKereen
BalasHapusSaya jadi kangen anak anak didik saya.. jadi pengen ngajar lagi.
hm Pasti bunda salah satu guru yg dirindukan kehadirannya oleh siswa siswa...^^
Sangat inspiratif bunda
Saya dan murid-murid saya sama-sama saling merindukan, Mbak. Btw, ayo mengajar lagi. :)
BalasHapus