Apakah
bila terlanjur salah
Akan
tetap dianggap salah
Tak
ada waktu lagi benahi diri
Tak
ada tempat lagi untuk kembali ....
Entah
sudah keberapa kalinya saya tercekat kalau mengingat bagian dari lirik lagu
ini. Dulu, saya juga sempat menjadikannya sebagai pembuka catatan saya tentang
anak-anak LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak), atau yang masih dikenal dengan
sebutan lapas.
Kemarin, lagu ini
kembali mengalun di kepala saya. Apa pasal?
Sebagai
pendamping anak-anak di lapas untuk sesi konseling, tentunya saya dan teman-teman
dari Gerakan Peduli Remaja (GPR) merasa senang jika ada yang akan bebas. Tapi,
ternyata kegembiraan kami tidak sama dengan apa yang mereka rasakan.
Seperti
biasanya, setiap Selasa, kami selalu berkunjung ke LPKA Pria, Tangerang. Dari
waktu ke waktu, kami terus mengikuti perkembangan dan informasi terbaru dari
anak-anak binaan itu. Jika ada yang ingin mengisi sebagai pengganti konseling (asal
sejalan dengan konsep GPR), Insya Allah kami akan memosisikan diri sebagai
jembatan penghubung dengan pihak LPKA. Sebaliknya, sesekali kami yang mengundang
dan menggandeng.
Ketua GPR membuka acara |
Seperti
pada tanggal 20 Oktober 2015 yang lalu. Kami menggandeng Septian Eka, seorang
motivator muda untuk berbagi pengalamannya kepada anak-anak LPKA. Acara yang
biasanya digelar di masjid LPKA, kali ini berpindah tempat di sebuah ruangan
yang mirip seperti aula. Pihak LPKA menyebutnya sebagai “Ruang Data”. Di
ruangan inilah pertama kalinya saya mengisi sesi “Pelatihan Menulis” untuk
anak-anak LPKA tersebut. Dan, dari momen indah itu pula saya jatuh cinta untuk
terus mengunjungi mereka.
Acara
dibuka pada pukul 13.45 oleh Suci (Ketua GPR). Setelah itu, sebelum
memaparkan materinya, Kak Eka mengajak anak-anak untuk senam otak. Senam yang
disajikan oleh Kak Eka menjadi pembuka yang menyenangkan bagi anak-anak LPKA.
Mereka spontan melepas tawa ketika kepayahan mengikuti gerak yang dicontohkan.
Melihat tawa mereka, saya yakin kalau paparan selanjutnya pun akan mudah mereka
terima.
Diawali dengan senam otak |
Namun,
tiba-tiba perhatian saya tersedot pada sosok H. Saya sudah mendengar kabar kalau
H akan bebas seminggu lagi. Entah mengapa feeling
saya mengatakan kalau saat itu hanya fisik H saja yang ada di ruangan. Sementara
pikirannya seolah melayang entah ke mana. Mata H tidak lagi fokus pada Kak Eka
yang begitu bersemangat menyajikan materi tentang kematian, semangat hijrah,
dan paparan lain yang sarat dengan motivasi.
Begitu
acara selesai, H menghampiri saya. “Kalau Bunda ke sini, kita nggak ketemu lagi
ya, Bunda. Makasih ya, Bun fotonya,” ujarnya dengan nada parau. Hingga akhirnya
ruang aula mulai sepi. Tinggallah H dan dua temannya, saya, teman-teman GPR,
serta Pak Haji (salah satu pembina lapas).
Obrolan
pun akhirnya fokus ke H yang akan bebas. Saat kami memberi nasihat agar H
jangan sampai kembali lagi melakukan tindakan yang terkait dengan hukum,
matanya berkaca-kaca. Saya langsung bisa membaca betapa H resah dengan status
baru nanti. Keluar dari tahanan dan kembali ke masyarakat seolah menjadi
tantangan baru buatnya.
Saya
jadi teringat obrolan kami beberapa waktu lalu saat konseling di masjid LPKA.
“Kamu
sudah punya rencana mau ngapain kalau bebas nanti?” begitu saya bertanya
padanya.
“Belum
tau, Bun. Saya mau ke rumah Om dulu,” jawabnya samasekali tidak yakin.
“Bunda
mohon, kamu jangan kembali lagi ke lingkungan yang sudah membawamu ke sini ya,”
ujar saya membuatnya tersenyum kecut.
“Insya
Allah, Bunda. Doakan ya,” balasnya seolah enggan menunggu pertanyaan saya
berikutnya.
Saya dan H |
Selama
di lapas, saya sudah lama mengenal dan kerap berinteraksi dengan H. Dialah
satu-satunya anak yang getol minta difoto. Bahkan dengan gayanya yang khas, H
tidak segan-segan meminta foto bareng saya. “Buat kenang-kenangan, Bun,” itu
alasan yang selalu diulang-ulangnya.
Begitulah
... sekarang H sudah bebas, namun saya belum mendengar kabar darinya.
Bagaimanakah kondisinya sekarang? Apakah H sudah menemukan pekerjaan yang
halal? Pertanyaan ini akhirnya mendorong saya mengurai catatan ini. Semoga H
masih ingat untuk memberi kabar terbaru darinya. Semoga H tidak gamang
menghadapi kehidupan baru pasca menjadi anak binaan di Lembaga Pembinaan Khusus
Anak (LPKA) Pria, Tangerang. Semoga pembinaan yang diperolehnya selama ini
mampu menggerus sisi jiwanya yang kelam dan pelan-pelan hijrah menuju taqwa.
Aamiin ....
Apakah
bila terlanjur salah
Akan
tetap dianggap salah....
Lirik lagu Ebiet G. Ade kembali
menggema di kepala saya. [Wylvera W.]
Semoga sekarang H punya kehidupan yang lebih baik.
BalasHapusJadi inget novel tentang seseorang yang baru bebas juga, dan ternyata memang kenyataan pun hampir sama.
Aamiin ..., baru dapat kabar kalau dia sekarang ada di Bandung.
Hapussemoga diberikan kesempatan kedua dan diberikan kelancaran perjalanan si H. Kasihan, masih remaja.. :((
BalasHapusAamiin ... makasih, Mbak.
HapusSebenarnya anaknya baik, dia khilaf karena tuntutan untuk bisa bertahan hidup, Mbak. Walau itu tidak bisa dibenarkan sebagai alasan. Kita bantu doa agar H tdk kembali ke dunia lamanya. Aamiin.
Semoga H menjadi pribadi yang lebih baik
BalasHapusAamiin ... semoga ya. :)
BalasHapus