Ekspresi saya kayak pendongeng kelas atas ya? ^_^ (dokpri) |
Bicara tentang dongeng, lagi-lagi
membuat saya mengingat banyak kenangan. Di postingan pertama, saya berkisah
tentang efek dongeng dari Papa pada bagian kehidupan saya. Yang kedua,
bagaimana mendongeng mampu mendekatkan jarak antara saya dengan murid-murid
saya. Nah, yang berikut ini tentang apa lagi ya? Yuk, disimak.
Beberapa tahun lalu, saya dan
keluarga sempat tinggal di Urbana Illinois, Amerika. Keluarga kami tinggal di
komplek apartemen (Orchard Down - red)
yang lebih dikhususkan untuk para student
University of Illinois. Beruntung sekali waktu itu, karena ternyata bukan
hanya kami warga Indonesia yang tinggal di komplek apartemen keluarga pelajar
itu. Ada beberapa keluarga lainnya. Status kami yang sama-sama perantau
akhirnya membentuk ikatan tali persaudaraan yang semakin hari semakin erat.
Lalu mana bagian cerita tentang
dongengnya? Sabaaar ....
Saat itu kami sibuk memikirkan
kegiatan apa yang bermanfaat untuk mengisi liburan musim panas yang begitu
panjang. Singkat cerita, akhirnya kami menemukan satu ide menarik yang akhirnya
dikemas dengan tajuk “Summer Madrasah”. Kegiatan itu memang digelar khusus
untuk anak-anak muslim Indonesia di sana. Salah satu materi pengisi acara
adalah tentang story telling atau mendongeng.
Lalu, kami pun memilihkan kisah-kisah Islami untuk diceritakan ulang kepada
anak-anak. Tujuannya untuk mengenalkan nilai-nilai moral Islami kepada anak-anak kami, lewat sifat-sifat terpuji para Nabi. Untuk sesi ini, hanya diisi oleh para ibu.
Ibu Ida ikut mengisi sesi mendongeng (dokpri) |
Saya
memilih menyampaikan dengan gaya story
telling, yaitu cara
yang dilakukan untuk menyampaikan suatu cerita kepada para penyimak, baik dalam
bentuk kata-kata, gambar, foto, maupun suara. (sumber: Wikipedia)
Ibu Riyan story telling tentang apa ya ini? Lupa ih. (dokpri) |
Kisah
Nabi Muhammad Saw. dan Nabi Musa a.s menjadi pilihan saya. Tibalah hari di mana
giliran saya bercerita di depan anak-anak. Saya yang tidak memiliki
keterampilan bercerita ala pendongeng terkenal, sedikit merasa deg-degan. Saya
mungkin tak pandai memainkan mimik yang pas. Modal saya hanyalah mengingat-ingat
kebiasaan saya mendongeng untuk anak-anak saya semasa di tanah air.
Sesekali nyontek catatan boleh kok (dokpri) |
Alhamdulillah
... anak-anak kami bisa konsentrasi dan fokus menyimak. Kisah teladan Nabi
Muhammad Saw. pun sukses saya sampaikan dan mendapat respon yang aktif dari
mereka. Sifat-sifat mulia Rasulullah Saw. yang menjadi panutan ummat muslim itu
juga menjadi bahan pertanyaan serta membuat mereka ingin mencontohnya.
Dari pengalaman berkisah tentang
Nabi Muhammad Saw. itu, saya semakin percaya diri. Ternyata tidak harus
menunggu mahir dulu baru mau dan berani mendongeng. Asal kita mampu memilihkan
cerita apa yang pas dan kita bisa menyampaikannya dengan baik, tentu hikmah
cerita pun akan sampai pada cara mereka memahaminya.
Walau cuma tongkat mainan, tapi berguna banget (dokpri) |
Satu lagi yang menurut saya menarik
dan sampai sekarang masih saya ingat, saat saya menyampaikan kisah tentang Nabi
Musa. Saya mencoba menggunakan tongkat dari sebatang dahan pohon yang tidak terpakai
lagi. Sepanjang saya bercerita, anak-anak seolah tak sabar menunggu di bagian
kisah yang mana tongkat yang ada di pangkuan saya akan digunakan.
Mereka
tekun menyimak. Hingga akhirnya tongkat itu pun saya mainkan untuk memberi
gambaran saat Nabi Musa menggunakannya sebagai bentuk mukjizat dari Allah Swt. Senangnya
hati saya ketika melihat perhatian yang mereka berikan. Kisah Nabi Musa yang saya
ceritakan ulang mampu menciptakan jalinan emosi di antara kami.
Dari kenangan manis di “Summer
Madrasah” itu, sebenarnya apa sih yang harus diperhatikan saat mendongeng dan story telling?
1. Memilih
cerita
Pilihkanlah cerita yang menarik untuk
dikisahkan ulang. Atau rangkailah kisah versi sendiri yang tetap memberikan
kepuasan bagi anak-anak. Kalau kesulitan memilihnya, gunakan google search engine untuk menemukan
cerita-cerita pilihan dari penulis dongeng yang terkenal. Misalnya dengan
menggunakan keyword “Dongeng Anak
Pilihan”. Selain itu, bisa juga jalan-jalan ke toko buku dan membeli beberapa
buku cerita dongeng untuk koleksi. Salah satu penerbit yang banyak menerbitkan
buku-buku dongeng berkualitas adalah Bhuana Ilmu Populer (BIP).
2. Menguasai
dan memodifikasi isi cerita
Ketika kita ingin
mendongeng atau story telling tanpa
buku, cara terbaik adalah pahami terlebih dulu isi cerita yang ingin kita
sampaikan. Jangan sekali-sekali menghafalnya agar tidak terkesan kaku. Jika
diperlukan, kita bisa memodifikasi cerita agar lebih menarik. Yang terpenting
adalah menghindari kata-kata yang tidak layak untuk didengarkan oleh anak-anak.
Seperti kekerasan, caci maki, atau yang berbentuk hinaan yang sarkas antar
tokohnya.
3. Menguasai
karakter tokoh dalam cerita
Semakin kita memahami dan menguasai
karakter tokoh dalam cerita yang kita sampaikan, maka semakin mudahlah kita
mengekspresikannya. Anak-anak pun seolah-olah bertemu langsung dengan tokoh
tersebut.
4. Alur
yang menarik
Mendongeng atau bercerita dengan alur yang
melompat-lompat akan membuat anak bingung. Ceritakanlah pembukaan yang menarik
dengan perlahan mengantarkan konflik. Lalu, lanjutkan dengan proses
penyelesaian konfliknya lewat kejutan-kejutan yang mampu memikat konsentrasi
anak. Kemudian selesaikan cerita dengan membuat kesimpulan berupa pesan moral
yang tidak dipaksakan dan terkesan menggurui.
5. Jaga
kontak mata dan perhatian anak
Saat mendongeng atau bercerita, kita asyik
sendiri. Sesekali perhatikanlah sikap tubuh dan kontak mata anak agar kisah
yang kita sampaikan bisa diselesaikan hingga akhir dengan baik. Jika anak mulai
bosan, segeralah mengubah suasana dengan memainkan alur cerita. Pilihan waktu
dan suasana yang tepat akan memudahkan kita menjaga perhatian anak saat
mendongeng.
6. Menggunakan
media (alat peraga boneka, musik, dan lain-lain)
Kalau diperlukan dan akan menambah seru
sesi mendongeng, kita juga bisa menggunakan alat peraga. Bisa dengan
boneka-boneka atau benda yang pas dengan jalan ceritanya atau menggunakan
iringan musik.
Begitulah,
belajar secara otodidak pun mampu menumbuhkan kepercayaan pada diri saya.
Ternyata saya tidak hanya bisa mendongeng untuk anak-anak saya saja. Kecintaan
pada dunia dongeng dan story telling
telah menorehkan kenangan manis dalam “Summer Madrasash” bersama anak-anak muslim lainnya di Orchard Down, Urbana
Illinois.
Yuk,
kita budayakan kecintaan mendongeng untuk mengajarkan sifat-sifat baik dan
akhlak mulia pada anak-anak. [Wylvera W.]
Postingan ini ditulis dalam rangka menyambut “Festival Dongeng
Internasional” yang akan diadakan pada tanggal 31 Oktober dan 1 November 2015
di Museum Nasional.
asyik kalo bisa mendalami karakter tokoh ya, mak. dongengnya jadi lebih hidup. :D
BalasHapusIya, kita jadi tau gimana cara menirukannya. :)
HapusDongeng memang jadi andalan di rumah utk salah satu proses belajar. Anak-anak pasti nyimak dengan serius :)
BalasHapusIya, lewat dongeng jadi lebih mudah menyampaikan pesan ke anak-anak. :)
Hapuskeren mbak
BalasHapusMakasih ya. Maaf, lama dibalasnya ini. :)
Hapusyang pakai jilbab merah Mira ya mbak? hihihi gagal fokus
BalasHapusIya, masih SD waktu itu. Hihi....
Hapusduh jadi inget deh jamanan nya masih SD an kan suka sekolah madrasah, nah kalo abis ngaji, pa ustad nya suka bacain dongeng kisah nabi, nilai yang bisa di ambil yakni sampe sekarang saya masih inget kisah nya
BalasHapusBegitulah, kekuatan dongeng. Dia melekat di ingatan sepanjang masa. :)
HapusSaya juga suka mendongeng, meski belum bisa profesional, hehe... kala di depan santri TPA Al-Muhtadin :)
BalasHapusSaya juga belum profesional kok. Malah standar banget. :)
Hapus