Inilah "Negeri Sampah" itu (dokpri) |
Sejak tahun 2012, saya mulai mengakrabkan
diri dengan lokasi yang selalu menyuguhkan aroma busuk dari gunungan sampah. Di
kawasan itu pula terdapat beberapa sekolah dengan murid-murid yang berasal dari
lingkungan setempat. Rutinitas saya menuju lokasi yang dekat dengan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) itu adalah untuk membagi ilmu menulis. Saya mengajar
kelas menulis salah satu sekolah di sana.
Di
kawasan Bantar Gebang tersebut, berjajar rumah-rumah bedeng dengan 7.000 kepala
keluarga yang tinggal di bantaran dekat pegunungan sampah setinggi 30 meter.
Sementara anak-anak di kawasan tersebut terdiri dari usia balita hingga remaja
(SMP). Sehari-hari mereka membantu orangtuanya memulung, memilih sampah, dan
menjualnya kepada pengusaha sampah. Tak pernah putus rasa haru di hati saya
saat mendatangi lokasi itu.
Didampingi
oleh gunungan sampah yang selalu menebar aroma tak sedap, wajah anak-anak itu
selalu menunjukkan aura semangat untuk meraih ilmu di bangku sekolah. Lalu dari
manakan istilah “Negeri Sampah” itu munculnya?
Kepedulian
Econity90 dan Wings Peduli Kasih
Hari itu, Selasa, 19 Januari 2016,
saya diundang untuk menghadiri acara bertajuk “Membangun Impian dari Negeri
Sampah” di Sekolah Alam Tunas Mulia yang berlokasi di kawasan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) – Sumur Batu Bantar Gebang. Acara ini diprakarsai oleh Econity90
dan Yayasan Wings Peduli Kasih untuk ratusan anak dan warga sekitar wilayah TPA
Bantar Gebang, Bekasi.
Dalam
kegiatan tersebut, Econity90 menggandeng Yayasan Wings Peduli Kasih. Bentuk
perhatian serta sumbangan yang diberikan adalah berupa pendirian fasilitas
pendidikan untuk Sekolah Alam Tunas Mulia, terutama bangunan tempat belajar dan
mengajar nantinya.
Acara tersebut dihadiri oleh Ibu
Felice (perwakilan dari Yayasan Wings Peduli Kasih), Bapak Aristo Kristandyo -
Group Head of Marketing Communications PT. Sayap Mas Uatama (Wings Food and
Beverages), Bapak Rahmat Susanta (Ketua Dewan Pengurus Econity90), Bapak Topik
Ajimulya (Lurah Sumur Batu Bantar Gebang), dan Bapak Nadam Dwi Subekti selaku
pendiri Sekolah Alam Tunas Mulia, serta para orangtua murid dan tamu undangan
lainnya.
Anak-anak di Negeri Sampah menyuguhkan ragam hiburan seni |
Sambutan
dari pihak sekolah begitu terlihat antusias. Anak-anak murid Sekolah Alam Tunas
Mulia memberi sambutan berturut-turut dengan lagu pembuka berjudul, “Guruku
Tersayang” serta tarian dari Sumatera Barat (Dindin Badindin/Indang). Ini menunjukkan
bahwa sekolah tersebut tidak hanya fokus pada bidang pelajaran akademik, namun
tetap mengajarkan hal berbau seni yang terangkum dalam bidang non akademik.
Topik Ajimulya (Lurah Sumur Batu) |
Dalam
sambutannya, Bapak Rahmat Sutanta (Ketua Dewan Pengurus Econity90) mengatakan,
bahwa di Indonesia terdapat lebih dari seratus ribu sekolah yang dianggap tidak
layak pakai. Meskipun Sekolah Alam Tunas Mulia sudah berjalan sekian tahun
lamanya, menurut Pak Rahmat sekolah itu termasuk dalam kategori sekolah belum
layak.
Rahmat Sutanta |
Untuk
itu, selaku wakil dari Wings Peduli Kasih, Bapak Aristo Kristandyo mengatakan
bahwa mereka ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak. Namun, menurutnya,
yang sering menjadi kendala adalah masalah kekonsistenan. “Ide dan upaya harus
terus kita lakukan secara konsisten. Membangun impian juga harus konsisten.
Semua berangkat dari keluarga masing-masing. Jangan lupa untuk selalu
menyemangati anak-anak. Itulah bentuk konsistensi kita,” himbau beliau di
sambutan berikutnya.
Aristo Kristandyo |
Bapak
Aristo juga megatakan bahwa setelah bangunan nanti berdiri, Wings Peduli Kasih
dan Econity90 tidak melepas begitu saja. Mereka akan kembali lagi untuk melihat
progressnya. Hal ini dilakukan
sebagai perwujudan kepedulian dari Wings Peduli Kasih yang berkomitmen untuk
selalu terlibat dalam pemberdayaan masyarakat dan komunitas. Terutama pembinaan
sumber daya manusianya (pelatihan terhadap tenaga pengajar). Wings Peduli Kasih
juga menerima pengajuan proposal terkait dengan daerah yang layak untuk
diberikan bantuan, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.
Nadam Dwi Subekti |
Sekolah
Alam Tunas Mulia yang didirikan oleh Bapak Nadam Dwi Subekti ini telah mampu menampung
60 orang anak PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), 50 orang anak SD, dan sekitar
20 anak setingkat SMP dengan 8 guru. Sejak sekolah itu berdiri, tentu perhatian
dari pihak luar pun mulai berdatangan untuk berbagi. Begitu pula dengan
perhatian tulus yang diberikan oleh Econity90 (yayasan sosial yang didirikan
oleh para almuni Fakultas Ekonomi UI, angkatan ’90). Hal ini sangat disyukuri
oleh Pak Nadam.
Salah satu ruang belajar |
Dalam
sambutan berikutnya, Bapak Nadam Dwi Subekti mengatakan bahwa ia sangat terharu
dan senang sekali dengan bentuk perhatian yang diberikan oleh Econity90 dan
Wings Peduli Kasih. Akan dibangunnya ruang kelas untuk anak-anak Sekolah Alam
Tunas Mulia, tentu memberi semangat baru.
Selama ini mereka melakukan kegiatan belajar dan mengajar di bangunan yang
semi permanen, berbentuk rumah panggung.
Ruang belajar lainnya |
Dari
bangunan sederhana itu, Sekolah Alam Tunas Mulia telah berhasil mengantarkan
tujuh murid-muridnya untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Bahkan ada
yang akan lulus kuliah di tahun ini (2016). Di sela sambutannya, Pak Nadam membeberkan
kisah tujuh murid yang telah berhasil dibina di sekolah itu. Ketujuh murid
tersebut telah mampu menginspirasi Bapak Nadam dan teman-temannya untuk
membukukan kisah berjudul “Impian dari Negeri Sampah” dalam bentuk novel.
Perpustakaan |
“Waktu
itu sejak tahun 2004 saya sudah mengajar mengaji di pemulungan. Ternyata
murid-murid saya tidak ada yang bersekolah. Jadi saya berpikir, kenapa saya
tidak mendirikan sekolah saja untuk mereka. Sejak itu, saya dan teman-teman pun
berupaya mendirikan sekolah untuk anak-anak pemulung itu. Karena sekolah ini
menjalankan sistim kejar paket, maka saya memilih model sekolah alam agar lebih
dekat dengan mereka,” ujar Pak Nadam saat saya diberi kesempatan berbincang
dengan beliau.
Selama
setahun Bapak Nadam terus berupaya mendapatkan izin untuk mewujudkan mimpinya
mendirikan sekolah tersebut. Dan, akhirnya hingga saat ini Sekolah Alam Tunas
Mulia pun sudah banyak memberi manfaat kepada anak-anak pemulung di kawasan
tersebut.
Tommy Prabowo (MC) |
Sebelum berlanjut ke acara
berikutnya, MC Tommy Prabowo memandu acara puncak, yaitu peletakan batu pertama
untuk pembangunan ruang kelas/belajar Sekolah Alam Tunas Mulia. Dengan
didirikannya bangunan kelas ini, diharapkan anak-anak bisa lebih nyaman dan bertambah
semangat belajarnya.
peletakan dan pencangkulan (tanah) pertama (groundbreaking) |
Acara dilanjutkan dengan suguhan
hiburan. Anak-anak sangat senang mendengar dongeng Kak Inne Sudjono (pembaca berita, penyiar radio, storyteller,
dan aktivis dunia anak). Mereka terlihat sangat antusias menyimak. Lewat
dongeng yang disampaikan, Kak Inne ingin memotivasi agar anak-anak yang
bermukim di kawasan pembuangan sampah itu tetap semangat, giat, dan tekun
belajar untuk meraih cita-cita mereka.
Anak-anak tekun menyimak dongeng Kak Inne |
Tidak hanya anak-anak yang diberi
motivasi, Dokter Cindhe Puspito juga memaparkan tentang cara hidup sehat kepada para
orangtua murid yang hadir di acara itu. Lingkungan yang selalu dikelilingi
sampah, hendaknya jangan membuat mereka tidak peduli pada kebersihan.
Kebersihan diri dan keluarga tetap menjadi prioritas utama demi menjaga
kesehatan.
Praktik mencuci tangan yang benar |
Menjaga kebersihan dengan memulainya dari hal kecil. Mencuci tangan
sebelum makan, menjaga kebersihan kuku, dan mencuci bahan makanan yang ingin
dimasak dengan cara yang benar. Menurut Dokter Cindhe, tubuh yang bersih akan
membuat fisik sehat dan kuat.
Pembagian goodie bag |
Acara diakhiri dengan pemberian goodie bag kepada anak-anak Sekolah Alam
Tunas Mulia. Semoga kepedulian yang dilakukan oleh Econity90 dan Wings Peduli
Kasih ini dapat menjadi contoh, agar bangsa yang kita cintai bisa lebih maju,
baik dari sisi pendidikan maupun kesehatannya. [Wylvera W.]
Sumber foto: Koleksi pribadi
Serem banget ya Mba kalo lihat tumpukan sampah kayak gitu.. Mestinya kita rajin2 nih mensosialisasikan bagaimana caranya mengolah sampah organik dan anorganik agak gak numpuk.. Sampah organik bisa diurai dan bahkan bisa menghasilkan rupiah kalau dikelola secara benar..
BalasHapusIya, itu yang sedang aku pikirkan. Tapi selain mensosialisasikan lewat medsos, kalau ada yang mumpuni tentang ini, dan dekat dengan lokasi Bantar Gebang, aku mau ngajak ke sekolah tempatku ngajar lho di sana agar bisa sosialisasi langsung. :)
HapusSemoga perusahaan lain mengikuti jejak Econity dan Wings peduli kasih dalam berbagi dan peduli terhadap sesama.
BalasHapusAamiin, itu yang kita harapkan agar masalah pendidikan dan kesehatan di penjuru negeri ini bisa terbantu tanpa harus menunggu lama
HapusKepduliaan yang luar biasa
BalasHapussalut ibu, semoga berkah dan terus menebar manfaat
amiinn
Wings bisa jadi inspirasi bagi perusahaan2 lain dan Econity90 sangat konsisten ya? Mereka bener2 komit sama tujuan berkomunitas. keren banget!
BalasHapusBetul banget. :)
HapusAndaikan tinggal deket sana, saya juga mau Mba, kalo bisa bantu apa yang saya bisa, ngajar anak-anak misalnya. Suka sedih kalo liat anak-anak menderita (dalam tanda kutip) walo mereka terlihat selalu tertawa riang, karena memang belum mengerti akan arti kehidupan.
BalasHapusNanti, suatu hari aku ajakin ya, Mbak Dewi. :)
HapusWah, ada perpustakaannya juga. Koleksinya gimana, mbak?
BalasHapus