Kelas menulis yang pernah saya awali
di Yayasan Ummu Amanah, PKBM Al Falah, Bantargebang, Bekasi, telah lama
terhenti. Banyak kendala yang membuatnya seperti itu. Tidak perlulah saya
sebutkan satu per satu. Yang penting hati saya tetap ada di sana. Itu pula yang
menyebabkan saya masih menyimpan semangat untuk melanjutkannya. Lalu, apa sih yang membuat saya selalu ingin kembali ke sekolah yang kerap menebar aroma busuk dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah itu? Rindu! Itu jawabnya.
Beberapa bulan lalu, pendiri yayasan
yang sering saya sebut sebagai sekolah tempat anak-anak pemulung itu kembali
dari Paris. Sudah tiga tahun kami tidak pernah lagi berjumpa. Sejak Mbak Sari
pindah sementara ke Paris mendampingi suaminya yang ditugaskan di sana,
komunikasi kami perlahan-lahan terhenti. Masing-masing kami disibukkan oleh
kegiatan yang seolah-olah tak ada hentinya. Namun, saya tetap meneruskan
memberikan pelatihan menulis untuk anak-anak pemulung di sekolah miliknya.
Sampai akhirnya saya tidak bisa lagi memenuhi jadwal rutin itu. Kelas menulis
terhenti berbulan-bulan lamanya.
Kilas balik
Meskipun kelas menulis terhenti,
saya tetap berusaha menjaga agar komunikasi dengan Kepala Sekolah (Pak
Khoiruddin) tidak ikut terputus. Alhamdulillah, ada saja momen yang
mengantarkan saya ke sekolah itu. Saat anak saya berulangtahun ke-17, misalnya.
Mira tidak ingin merayakan hari lahirnya dengan acara yang berkesan hura-hura.
Ia lebih memilih sekolah itu untuk berbagi rasa syukurnya. Pilihan Mira untuk
berbagi kepada anak-anak pemulung itu, kembali membawa saya ke sana.
Momen tasyakuran ulang tahun Mira di Al Falah |
Momen berikutnya, ketika ibu-ibu
Pengurus Persatuan Istri Pegawai Bank Indonesia (PIPEBI) ingin memberikan
sumbangan ke sekolah itu. Lagi-lagi saya ikut mengantarkannya. Saat itu hati
saya merasa tersindir oleh sambutan Pak Khoiruddin. Dalam pembuka sambutannya,
beliau seolah ingin memberi sinyal agar saya tidak melupakan anak-anak mereka.
Agar saya kembali bersedia melanjutkan memberikan pelatihan menulis untuk anak-anak
di sekolah tesebut.
Kunjungan ibu-ibu PIPEBI ke Al Falah |
Puncaknya adalah saat Mbak Sari
menjenguk dan melepas rindu dalam momen “Temu Kangen” bersama anak-anak
pemulung binaannya di sekolah tersebut. Saya diundang untuk hadir dan
menyaksikan pertemuan yang mengharukan itu. Tiga tahun tak melihat sosok Ibu
yang selalu mereka hormati dan panuti, membuat acara itu sungguh-sungguh berkesan
buat saya.
Mbak Sari dan Saya |
Janji saya kepada Pak Khoiruddin dan
Mbak Sari akhirnya terwujud. Hari Jum’at, 8 Januari 2016, saya kembali hadir di
sekolah itu. Tidak hanya sekadar berkunjung, tetapi kembali masuk ke kelas dan
mengulang materi tentang panduan menulis cerita kepada anak-anak pemulung di
sana.
Tidak seperti sebelumnya. Kalau di
awal dulu, saya mengajar banyak murid di sekolah itu yang tidak semuanya
terampil membaca dan menulis. Fasilitas mengajar pun masih sangat sederhana.
Tidak ada layar dan infokus. Hanya papan tulis dan spidol saja. Namun, sekarang
saya merasa sangat lega. Begitu masuk ke dalam kelas, anak-anak yang mengikuti
kelas menulis sudah disaring sedemikan ketat. Mereka adalah anak-anak yang
sudah lancar menulis dan membaca.
Tidak hanya itu yang membuat saya
semakin bersemangat. Separangkat alat pendukung untuk penyajian materi dari
saya pun sudah disediakan. Ya! Layar dan infokus sudah siap menunggu saya.
Kelas
“Ektrakurikuler Menulis”
Setelah anak-anak yang berjumlah
tujuh belas orang itu masuk ke ruangan dan duduk dengan rapi, saya membuka
kelas. Saya menyapa mereka dengan salam. Demi meyakinkan mereka tentang
pentingnya keterampilan menulis, saya tidak langsung menyajikan materi teknis.
Anak-anak fokus menyimak |
Saya mengajukan pertanyaan awal |
Saya ajak mereka ngobrol santai
terlebih dahulu. Salah satu pertanyaan yang saya ajukan.
“Mengapa
mereka ingin mengikuti kelas menulis bersama saya?”
“Apakah
hanya karena dipilih oleh kepala sekolah atau benar-benar dari keinginan mereka
sendiri?”
Betapa
terharunya saya ketika mendengar jawaban-jawaban yang samasekali tidak saya
duga.
“Saya
ingin menjadi orang sukses. Trus, saya ingin menuliskan bagaimana saya meraih
kesuksesan itu, Bu!” jawab Nur Afifah, murid kelas 8.
“Saya
mau menulis tentang lingkungan kami yang berbau sampah, supaya orang lain tahu
seperti apa kami di sini!” ujar lantang Aji yang juga murid kelas 8 di sekolah
itu.
Sintia menuliskan alasannya mengikuti kelas menulis |
Setelah
itu jawaban-jawaban lainnya pun menyusul. Semuanya menunjukkan kalau mereka
sungguh-sungguh ingin mendapatkan ilmu menulis itu. Saya pun meyakinkan mereka
bahwa tidak ada yang tak mungkin. Jika mereka bersungguh-sungguh karena Allah,
tentu akan diberikan kemudahan oleh-Nya. Aamiin.
Irfan ingin terampil menuliskan tentang alam |
Saya
melanjutkan memberikan motivasi agar anak-anak pemulung itu semakin yakin dan
bersemangat. Saya akhirnya menyebut kelas itu sebagai kelas “Ekstrakurikuler
Menulis” agar mereka merasa benar-benar terikat dan bersungguh-sungguh. Tidak
seperti sebelumnya. Kedatangan saya tidak terjadwal dengan rutin.
Tamu
yang menyenangkan
Setelah satu jam memberikan motivasi
dan pengantar tentang menulis, tiba-tiba kelas kami kedatangan tamu. Salah
seorang guru di sekolah itu mendampingi perempuan cantik berkulit putih
memasuki kelas. Ternyata dia adalah mahasiswi dari salah satu universitas di
Jepang. Katanya dia ingin melihat saya mengajar di kelas itu.
Saya menyambutnya dengan senang
hati. Saya persilakan dia duduk di samping meja saya. Kebetulan anak-anak
sedang saya minta untuk menuliskan pilihan sumber ide dari gambar yang sedang
saya tayangkan di layar infokus. Waktu 20 menit yang saya berikan untuk anak-anak,
sangat pas untuk kesempatan berbincang dengan perempuan cantik yang belakangan
saya tahu namanya adalah Kazuki Hananado.
Kazuki bertanya dalam Bahasa Inggris
yang tidak begitu mulus. Meskipun katanya dia pernah tinggal di Amerika saat
SMA, dia mengakui bahwa Englishnya tetap saja tidak sempurna. Sama dong dengan
saya. Saya juga pernah tinggal di Amerika, tapi tetap saja English saya ngepas
begini. Akhirnya kami sama-sama tertawa.
Saya dan Kazuki yang ramah |
Selanjutnya,
Kazuki bertanya tentang materi yang saya berikan ke anak-anak. Saya menjelaskan
kalau kelas yang saya pegang ini, khusus memberikan pelatihan tentang
dasar-dasar menulis cerita pendek.
“Are
you a writer?” tanyanya yang saya jawab dengan anggukan.
Kazuki menanyakan karya apa saja
yang sudah saya buat terkait dengan profesi saya sebagai penulis. Saya jelaskan
bahwa saya sudah menulis beberapa buku untuk bacaan anak-anak. Matanya berbinar
menyimak pengakuan saya. Kazuki mengatakan kalau dia pernah ingin sekali
belajar menulis cerita, tapi ternyata dia lebih berbakat di seni musik.
Sambil melakukan penelitian, Kazuki
ternyata menjadi tenaga pengajar seni musik di sekolah itu. Bahkan beberapa praktisi
dari Jepang sudah menjadi partner PKBM Al Falah. Mereka sudah memberikan kelas
ekskul bahasa Jepang untuk anak-anak pemulung di sekolah itu.
Betapa
takjubnya saya, saat mengetahui bahwa banyak anak-anak pemulung di sekolah itu
yang lebih mahir berbahasa Jepang ketimbang bahasa Inggris. Malah mereka belum
pernah mendapatkan kelas bahasa Inggris. Semoga suatu hari nanti, ada
sukarelawan yang mau menyediakan waktu untuk memberi pelatihan bahasa Inggris
di sekolah itu.
Kazuki
mengatakan bahwa dia sangat senang bisa berkenalan dengan saya. Ia juga
berterima kasih karena saya sudah memberinya kesempatan untuk ikut menyimak dan
melihat cara saya mengajar di kelas itu. Saya juga mengucapkan terima kasih
padanya atas kunjungannya yang sangat spesial itu.Saya katakan bahwa suatu hari nanti saya ingin berkunjung ke negaranya. Kazuki sumringah merespon keinginan saya.
Kembali
ke kelas menulis. Semoga ini menjadi start awal yang bisa memicu semangat
anak-anak untuk terus berlatih agar mampu menulis cerita dengan baik. Aamiin. [Wylvera W.]
Semoga terus mengispirasi mba. Terharu dengan jawaban anak2 dan semNgat mereka
BalasHapusAamiin. Makasih, Mbak.
HapusIya, anak-anak itu menyimpan mimpi yang yang tidak terduga. :)
wow, inspiring banget mba..
BalasHapusoia, semoga murid2 di sana jadi orang sukses semua yaaa :)
Aamiin, makasih doanya, Mbak Dessy. :)
Hapusbagus sekali kegiatannya mbaaa..semoga berkah dan anak-anak pun semangat untuk terus belajar dan maju..
BalasHapusAamiin, makasih support doanya, Mbak Indah. *kangen ih*
Hapuspercayalah ilmu akan terus berkembang mana kala ia bagikan dengan orang lain, supaya tidak menjadi pohon tanpa buah
BalasHapuskegiatan positif insya Allah akan menghasilkan sesuatu hal positiv..
lanjutkan mak..
aku juga pengen diajarin menuliissss
Aamiin, Insya Allah. :)
HapusAlhamdulillah ikut seneng aku mbaa baca ini, mudah2an anak pemulung itu jadi anak2 yang sukses dunia akhirat, suatu hari bisa menerbitkan buku juga, aamiin.
BalasHapusAamiin, makasih doanya ya, Mbak. :)
Hapusmantap bu, terus menginspirasi ya. semoga ibu diberikan kemudahan dan kelancaran untuk terus menebar manfaat menulis
BalasHapusAamiin Allahuma Aamiin.
HapusMakasih, Mas Sandi. :)
Kagum dengan semangat mengajar mbak Wiwik.
BalasHapussemoga barakah dalam sisa usia yaaah
Aamiin ... aamiin ... aamiin Ya Rabb.
HapusSemangat ini ada karena anak-anak itu juga semangat, Mbak. :)
Terharu banget baca suara hati anak-anak ini mbak. Saya selalu ingin ikut kegiatan semacam ini. Makasih udah menginspirasi
BalasHapusMakasih juga sudah mampir ke blogku ini ya, Mbak.
HapusSemoga terus menginspirasi ya mba,aku jadi malu belum berbuat banyak untuk orang sekitar.
BalasHapusAamiin.
HapusIni hanya melakukan apa yang kubisa, Mbak. Belum seberapa, kok. :)
Subhanallah, Semoga amalan Kk mendapat balasan yang lebih tinggi dari Allah SWT.
BalasHapusKakak ini inspirasi saya.
Aamiin Allahuma Aamiin.
HapusAni, dirimu juga selalu menginspirasiku. Makasih ya, say. *love*
Saya mampir sini dalam rangka nyari-nyari jejak teh Ani Berta dan beneran ada di atas situ hehehe
BalasHapusHahaha, dan aku baru pagi habis Subuh tadi taunya. Lucky me! Disamperin blogger super. *berbunga-bunga*
HapusInspirasi banget jd pengen beebagi di usia senja nih... Mrk benar benat spirit tanpa henti...
BalasHapusMakasih sudah berkunjung ke blogku ini, Mbak. :)
Hapus