Cerita saya “Rahasia Kotak Kayu Jati” dimuat di Majalah Bobo nomor 46, 18
Februari 2016. Bagaimana perasaan saya? Senang banget dong. Sudah sekian lama saya tak pernah lagi
mengirim naskah ke Bobo. Suatu hari saya ikut di kelas Kurcaci Pos yang
digawangi oleh Bambang Irwanto. Bagi pencinta Majalah Bobo, pastilah kenal dengan beliau. Dari sana,
saya jadi bersemangat lagi mengirimkan beberapa naskah. Akhirnya, salah satu
dari naskah itu dimuat juga.
Sebenarnya, ini adalah cerita saya yang ketiga yang pernah dimuat di Majalah Bobo. Satu diantaranya merupakan cerita dari hasil menang lomba yang pernah diselenggarakan Bobo untuk para guru. Cerita lengkapnya silakan baca di SINI dan di SINI.
Sebenarnya, ini adalah cerita saya yang ketiga yang pernah dimuat di Majalah Bobo. Satu diantaranya merupakan cerita dari hasil menang lomba yang pernah diselenggarakan Bobo untuk para guru. Cerita lengkapnya silakan baca di SINI dan di SINI.
“Hoaaam ....” Dantis
menguap sambil melihat jam dinding di kamarnya.
Baru jam enam pagi.
Padahal setiap hari Minggu, Dantis selalu bangun lebih siang. Semalam Dantis
tidak bisa tidur nyenyak. Ia terus teringat pada kotak kayu seukuran kotak
sepatu.
Tanpa sengaja, Dantis
sempat melihat kotak kayu itu di atas meja kerja Mama. Ia membawanya ke kamar.
Dantis meletakkan kotak kayu jati itu di atas tempat tidurnya. Ia ingin
membukanya setelah selesai mandi. Setelah Dantis keluar dari kamar mandi, kotak
itu sudah tidak ada.
Kira-kira apa ya
isi kotak itu? gumam Dantis untuk kesekian kalinya.
“Dantis!” suara Mama mengejutkan Dantis.
Dantis melompat dari
tempat tidurnya. Dengan sigap ia merapikan tempat tidur dan kamarnya. Dantis
tidak mau Mama memergoki kamarnya yang berantakan.
Di liburan panjang ini,
Mama dan Papa memutuskan untuk tidak pergi kemanapun. Dantis sebenarnya sedih. Setiap
kali liburan sekolah, orangtuanya tidak pernah mengajaknya ke rumah Nenek dan
Kakek dari Mama. Setiap kali pula Dantis ingin bertanya, Mama selalu lebih dulu
memberi alasan. Dantis tidak berani memaksa.
“Dantiiis...!” suara Mama
terdengar lagi.
“Iya, Ma!” sahut Dantis terburu-buru
membuka pintu kamarnya.
“Kamu
sarapan dulu. Setelah itu temani Mama ya,” ujar Mama.
“Mau
ke mana, Ma?” tanya Dantis bingung.
“Sudah, ikut saja,” jawab
Mama.
Dantis terdiam. Matanya tertuju
pada kotak yang terbuat dari kayu jati yang dipegang Mama. Sejak semalam, kotak
kayu jati itu sudah memenuhi pikiran Dantis. Rasa penasaran Dantis semakin
besar. Ia buru-buru menghabiskan sisa sandwich
di tangannya. Dantis ingin tahu ke mana Mama akan mengajaknya bersama kotak
kayu jati itu.
“Kalau sudah selesai
sarapan, kita berangkat sekarang,” ajak Mama sambil melangkah menuju pintu
depan. Dantis mengikutinya.
Akhirnya Dantis dan Mama
sudah ada di dalam mobil. Mama menghidupkan mesin mobilnya dan perlahan membawa
mobil itu melaju. Dantis merasakan
keheningan di dalam mobil. Mama hanya menyetir sambil menatap lurus ke jalan. Sementara
Dantis sesekali melirik ke arah Mama dan kotak kayu di jok belakang. Dantis
ingin mengajak Mama mengobrol tapi ia ragu. Sejak pagi tadi Mama seolah
menyimpan sesuatu.
Setelah
setengah jam di perjalanan, Dantis akhirnya bisa bernapas lega. Mobil Mama
sudah sempurna terparkir di halaman sebuah rumah. Di halaman depan itu berdiri
papan yang bertuliskan “PANTI ASUHAN MELATI”.
Dantis
semakin penasaran. Ia mengikuti langkah Mama. Belum sempat Mama memberi salam,
Dantis terkejut saat melihat Miss Prita menyambut mereka.
“Mari
masuk. Ini kunjungan pertamamu ke panti kami ya, Dantis?” ujar Miss Prita
semakin membuat Dantis sulit bicara.
Miss
Prita sudah menjadi guru les bahasa Inggris Dantis sejak setengah tahun lalu.
Selama itu Dantis tidak pernah mendengar kalau Miss Prita punya panti asuhan.
Mama dan Papa juga tidak pernah bercerita tentang Miss Prita.
Miss
Prita mengajak Dantis dan Mama masuk. Dantis sempat melihat Mama meletakkan
kotak kayu jati yang dibawanya di atas meja.
“Kotak
itu ...,” gumam Dantis spontan.
Miss
Prita membuka kotak kayu jati itu. Mata Dantis terbelalak melihat isinya.
“Dantis,
Miss. Prita ini adalah sahabat masa kecil Mama. Kami sama-sama dititipkan di
sebuah panti asuhan. Kami tidak pernah mengenal siapa orangtua kami,” kata Mama
dengan mata berkaca-kaca. Dantis terdiam.
Mama akhirnya bercerita
kalau panti asuhan mereka dulu pernah terbakar. Karena peristiwa itu, Mama dan
Miss. Prita pun terpisah. Mereka dibawa oleh orangtua asuhnya masing-masing ke
kota yang berbeda.
“Tuhan
akhirnya mempertemukan kita kembali di sini. Sejak punya anak, saya memutuskan
untuk berhenti ngantor. Uang yang saya kumpulkan saya gunakan untuk mendirikan
panti asuhan ini,” tambah Miss. Prita melanjutkan cerita Mama.
“Waktu
kamu cerita tentang Miss Prita, guru lesmu, Mama sudah menebak-nebak dalam
hati. Ciri dan karakternya sama dengan sahabat masa kecil Mama. Makanya Mama
ingin sekali membuka kotak kayu jati ini. Lalu diam-diam Mama pergi ke tempat
lesmu dan akhirnya bertemu Tante Prita,” lanjut Mama seraya menarik napas.
Dantis
memandangi Mama dan Miss Prita bergantian. Rasa penasarannya sejak semalam satu
per satu mulai terjawab.
“Maafkan
Mama ya,” ujar Mama tiba-tiba memelankan suaranya.
“Mengapa
harus minta maaf, Ma? Aku tidak malu kalau akhirnya tahu bahwa Mamaku adalah
anak panti asuhan. Selama ini aku hanya heran dan sedih saja. Sekarang aku jadi
tahu, mengapa Mama selalu memberikan alasan kalau aku mengajak ke rumah Nenek
dari Mama,” ujar Dantis membuat Mama segera memeluknya. Miss. Prita menghela
napas lega.
Dantis tersenyum
memandangi kotak kayu jati itu. Isinya ternyata foto-foto kenangan serta
catatan-catatan masa kecil Mama dan Miss Prita. [Wylvera W.]
Note: Mau ikut mengirim cerita ke Majalah Bobo, silakan mampir dan lihat syaratnya di SINI ya.