My beloved spirit (Mira dan Khalid) |
Membagi
sebuah prestasi anak di media sosial itu tentu mendatangkan beragam respon. Ada
yang terinspirasi, diam saja, memuji, menyanjung, ingin meniru, atau bahkan
mencibir dan sinis. Sebab, setiap hal yang kita tebar di ranah publik tentu akan
mendatangkan feedback yang
bermacam-macam pula. Itu risiko. Saya tidak akan mempersoalkan respon dan reaksi yang negatif, ambil yang positifnya saja.
Meskipun
saat memposting keberhasilan itu saya selalu niatkan untuk sekadar berbagi
kebahagiaan, tetap saja akan ada penilaian negatif setelahnya. Biarlah. Tidak
perlu pusing karenanya.
Oke,
cukup sekian pengantarnya.
Tulisan
ini sebenarnya ingin menjawab beberapa pertanyaan yang kerap muncul saat saya
membagi cerita tentang anak-anak saya. Terutama tentang Mira (anak sulung
saya). Padahal, saya merasa apa yang saya bagi sangat standar dan biasa-biasa
saja. Masih banyak anak-anak lainnya yang jauh lebih berprestasi dan smart dibanding anak saya. Atau malah
lebih paripurna karena dilengkapi dengan prestasi di bidang agama (seperti
hapal Al Qur’an, dan sebagainaya). Itu sebabnya, mengapa saya tidak pernah
merasa terbebani dengan niatan riya dan sombong. Bukankah yang saya share kelas teri banget, anak teri
malah. Hahaha ….
Waktu itu saya sempat memposting cuplikan akun Ask.fm Mira. Akun itu milik Mira yang diperuntukkan sebagai tempat konsultasi (tanya - jawab). Mira seolah berperan sebagai konsultan buat teman-teman (baik yang dia kenal maupun tidak) yang mengajukan pertanyaan, komentar, maupun pendapat di akunnya itu. Ini contohnya;
Mira menjawab komentar yg diarahkan kepadanya dengan statement seperti itu |
Setelah postingan ini, muncullah beberapa
pertanyaan dari teman-teman yang membuat saya justru jadi degdegan sebenarnya. Begini pertanyaannya;
“Aku
selalu kagum sama kedewasaan Yasmin. Gimana ngajarinnya sih maaak.... Masih
muda, tapi berprinsip teguh. Layak jadi role model.”
“… keren
bgt nih si kakak...aku mesti belajar ama emaknya gimana caranya biar anak2
gadisku bisa kek gini jg.”
Dan, saat saya memposting dialog dengan Khalid, lagi-lagi ada komentar sanjungan yang justru bikin saya merinding mempertanggungjawabkannya. Seperti ini;
Lima hari ini mengantar dan menemaninya
fisioterapi, ada saja kejutan saat ngobrol dengannya. Siapa tau ini ada
manfaatnya.😉 My boy: "Bu, aku mau cerita deh." Aku: "Cerita apa?" My boy: "Masak temanku ada yang ngerokok di depan sekolah. Trus, kunasihati kalau rokok itu haram di agama kita dan bikin penyakit." Aku: "Gak marah dia?" My boy: "Dia bilang, banyak kok orang Islam yang ngerokok, trus nyampe juga jadi kakek-kakek. Masih bisa bawa motor dan nekat berantem walau udah tua juga. Itu tandanya kan keren. Ngerokok gak ngaruh." Aku: "Trus adek bilang apa lagi?" My boy: "Nekat berantem? Itu aja udah gak sehat. Ngapain juga udah tua berantem. Itu nunjukin kalau jiwanya gak tenang lho. Bisa jadi jiwanya yang gak tenang itu efek kesehatannya yang terganggu karena efek ngerokok yang sudah berpuluh tahun." Aku: "Gak marah dia, adek bilang begitu?" My boy: "Emosilah. Gak bisa jawab yang logis lagi dia, trus dia bilang, hidup ... hidup gue, duit ... duit gue, napa elu yang jadi ngurusin yah?" Aku: "Tu kan, untung adek gak dipukul sama dia." My boy: "Aku sih tenang aja dan bilang ke dia, gue sih ikut sunnah Rasul aja yang intinya nganjurkan bahwa kalau kita punya ilmu, ya harus disebarkan walau hanya sedikit. Menurut gue yang gue sampein ke elu itu ilmu dan masuk dalam sunnah Rasul. Dia langsung diam sambil nyengir-nyengir gitu." Aku: "Alhamdulillah ...." |
Lalu beberapa komentar pun bermunculan seperti ini;
"Hhhmmmmm....calon mantu idaman hahahaha...tinggal ngapalin 30 juz ya bang Khalid biar lebih sempurna jadi menantu idaman heheheh."
"Anak hebat hasil didikan ibu hebat. Proud of you, Kak Wik."
Kalau
ditanya dan dikomentari seperti itu, jawabnya tentulah tak jauh berbeda dengan ibu lainnya.
Sederhana saja sebenarnya, tapi kalau cara sederhana ini mampu menginspirasi,
alhamdulillah. Semua diniatkan karena Allah. Dialah yang Maha Sempurna.
Tidak
ada proses pendampingan seorang ibu pada anak-anaknya yang tidak pernah
mengalami hambatan. Kalau pun ada, itu benar-benar nikmat yang luar biasa. Sementara
yang saya alami, selalu ada pasang surutnya. Hanya saja, saya selalu berusaha
menyikapi pasang surut itu sebagai proses pembelajaran juga buat saya selama
menjalankan peran sebagai seorang ibu.
Apa
yang saya tuai sekarang bukan sebuah hasil yang tidak melewati hambatan. Dan
saya tidak pernah berani mendahului kuasa serta ketentuan Allah untuk jalan
yang masih panjang di depan sana. Seperti apakah anak-anak saya kelak? Hanya
pendampingan yang dipenuhi harapan, doa, ikhtiar serta memohon petunjuk Allah
SWT semata.
Sebagai
ibu dan manusia biasa, saya juga tidak luput dari sikap cerewet. Mira dan
Khalid entah berapa kali saya buat kesal dengan kecerewetan ini. Belum lagi
rasa cemas saya yang terkadang berlebihan pada mereka. Sikap protektif yang
sesekali sulit saya kendalikan, juga pernah mengganggu kenyamanan mereka.
Nah,
lihatlah … tidak ada yang sempurna ‘kan?
Namun,
di ketidaksempurnaan itu, saya yakin bahwa Allah senantiasa membantu saya untuk
selalu menggerakkan hati untuk cepat sadar, mengakui kekhilafan tanpa memandang
posisi dan power saya sebagai ibu
mereka. Saya tidak segan-segan untuk mengaku salah jika memang anak-anak saya
mengoreksi hal yang benar. Saya juga tidak segan-segan memuji mereka jika mereka
melakukan hal-hal yang baik, apalagi jika itu di luar espektasi saya.
Saya
selalu berusaha menempatkan mereka di posisi setara dalam mengutarakan
pendapat. Sejauh sikap mereka tidak kurang ajar dan melampaui batas kesopanan,
saya akan mentolerirnya. Bisa jadi mungkin ini yang membuat mereka tidak merasa
“dijajah” . Mungkin juga mereka merasa memiliki kebebasan hak namun tetap
bertanggung jawab dalam mendapatkannya secara adil.
Mira saat menjadi pembicara (motivator) |
Teringat
pada sebuah kejutan yang belum lama saya
dan suami terima. Ada momen yang membuat mata saya berkaca-kaca. Ketika itu
Mira sedang menjalankan perannya sebagai motivator pada acara yang digelar oleh
SMP Islam di Tangerang. Kata-kata yang mengungkapkan apresiasi tentang saya dan
bapaknya dalam mendidiknya selama ini terlontar begitu saja.
“Sebab,
orangtuaku tidak pernah membatasi aku untuk melakukan hal positif sehingga aku memperoleh
hal yang bisa membuatku bahagia. Untuk itu, beri tepuk tangan buat kedua
orangtuaku yang hadir di sini.”
Begitu
cara Mira meluapkan rasa kagumnya pada saya dan suami. Orangtua mana sih yang
tidak “terbang” dan terharu mendapatkan pujian spontan itu di depan audience yang tidak sedikit jumlahnya?
Ini tentu membuat saya tersanjung, namun tidak serta-merta lupa diri.
Selebihnya,
saya juga suka mengajak kedua anak saya untuk berdiskusi. Tentang apa saja.
Sejak mereka kecil, kebiasaan ini sudah saya dan bapaknya lakukan. Namun,
karena saya yang lebih banyak memiliki waktu bersama Mira dan Khalid, maka saya
lebih sering melakukannya. Diskusi kami bisa tentang pergaulan dengan
teman-teman di sekolah, tentang pelajaran, tentang guru-guru yang menyenangkan
dan menjengkelkan, tentang kesukaan (makanan, film, maupun lagu dan musik). Bahkan
tentang teman-teman saya pun tak luput dari diskusi kami, agar mereka mengerti
beda antara pergaulan anak-anak dan orang dewasa.
Jika
ada topik diskusi kami yang bisa saya kaitkan dengan ayat Al Qur’an dan adab
dalam Islam sebagai agama yang kami yakini, saya selalu menyelipkannya. Tidak
menggurui dan tetap dalam format didiskusikan bersama. Tujuan saya agar Mira
dan Khalid tidak hanya memandang segala sesuatunya hanya dari kacamata duniawi
saja.
Namun,
di balik semua itu, sebenarnya saya masih rindu pada sebuah keberhasilan lain
yang akan membantu melancarkan jalan mereka menuju surga kelak. Saya belum
berhasil menghantarkan kedua anak saya menjadi penghapal Al Qur’an. Waktu masih
di sekolah dasar, Mira dan Khalid baru berhasil menuntaskan hapalan juz 30
saja. Namun, saya tidak pernah berputus asa. Doa-doa panjang untuk itu tetap
saya panjatkan. Tidak ada kata terlambat, menurut saya. Semoga Allah selalu
membukakan jalan. Aamiin.
Jadi,
apa yang saya bagi di sini, bukanlah tips. Hanya kesederhanaan cara seorang ibu
dalam membesarkan kedua buah hatinya saja. Tidak ada yang istimewa. Saya justru
masih haus sekali untuk belajar menjadi ibu yang bijak dan tetap menjadi
prioritas utama sebagai tempat berbagi kedua anak saya.
Masih
panjang jalan yang harus kami lalui bersama, apalagi buat Mira dan Khalid. Sekali
lagi, saya masih terus belajar menjadi seorang ibu yang benar untuk mereka. That’s
all …. [Wylvera W.]
Sebagai silent reader blog dan status status mbak Wik saya selalu merasa terinspirasi.Bangga banget ya punya anak berprestasi seperti Mira.Bahkan saya nonton youtubenya pas jd motivator yang dishare mbak Wiek beberapa waktu lalu.Salut ya punya anak anak berprestasi,pintar bahasa Inggris dan menulis tapi tetap rendah hati.Terima kasih mbak tips nya
BalasHapusAlhamdulillah, kalau apa yang aku share menginspirasi Mbak Nunung ya. Semoga berkah ya, Mbak. Makasih lho. 😊
HapusAh rasanya sy setuju dg tulisan mbak ini. Apa yg qt ingin share ya mmg akan dpt feedback yg bermacam2 ya mba... smg qt sll diberikan kemudahan menjaga niat baik..
BalasHapusAamiin, makasih, Mbak. :)
HapusMoga2 aku bisa berhasil juga mendidik anakku jd seperti anak mbak :) . Jaman skr ini, takut kalo sampe salah mendidik anak ya.. :(
BalasHapusKita sama-sama terus belajar ya, Mbak. Masih jauuuh sekali rasanya untuk menggapai kebaikan yang mendekati kesempurnaan itu. Insya Allah, niat kita diijabah ya. Aamiin Allahuma Aamiin ....
Hapus