Foto saat mudik ke Medan. Sekarang bangunan radionya sudah baru. |
Berbagi tentang pengalaman
menakutkan itu menjadi topik yang seru. Apalagi kalau sedang kumpul-kumpul
bersama teman dan keluarga. Wah! Bertambah seru karena pasti banyak bumbu-bumbu
penyedap ceritanya. Saya pun sering terjebak dalam topik obrolan macam itu. Ternyata One Day One Post Challenge di Fun Blogging pun mengangkat tema ini. Baiklah, mari kita lanjutkan!
Dulu, zaman kuliah, saya pernah
bekerja part time di radio (di
Medan). Jatah jam kerja saya rutin dari jam 3 sore sampai 9 malam. Sebelum
magrib, biasanya saya duduk di belakang meja sekretaris yang letaknya ada di lantai bawah. Tugas saya menyambut
tamu-tamu dari biro iklan atau yang berkepintangan dengan penanggung jawab
siaran. Setelah kantor ditutup menjelang magrib, saya pun pindah ke ruang
siaran di lantai satu.
Di
bidang penyiaran, waktu itu saya bertanggung jawab pada acara “Psikologi Remaja”
dan “Pelangi Informasi”. Untuk “Pelangi
Informasi”, acaranya dikemas dalam bentuk rekaman. Berisi ragam informasi, baik
dari hasil liputan saya dan tim di lapangan, wawancara, maupun kutipan dari berita
koran yang aktual. Penyajiannya pun dikemas dengan tambahan musik. Acara itu
harus tayang setiap hari. Maka, setiap hari pula saya dan tim harus mengedit kemasan
sajiannya di ruang rekaman. Proses pengerjaan itu, tidak bisa dilakukan sejam
maupun dua jam. Terkadang saking asyiknya, kami tidak sadar kalau waktu sudah
bergerak menuju jam sebelas malam.
Salah satu sudut di ruang siaran waktu itu |
Cerita
horornya di mana ini? Sabaaar ….
Beberapa
penyiar dan karyawan di radio tempat saya bekerja itu awalnya suka memancing
cerita-cerita seram. Ada saja yang mereka jadikan topik obrolan yang bikin bulu
kuduk saya berdiri. Dari cerita-cerita mereka itulah saya akhirnya mendengar
beberapa pengalaman horor. Ada yang sesekali diganggu saat menaiki tangga yang
menuju ruang siaran. Ada pula yang katanya saat tidur-tiduran di mushola, jari
kakinya seperti ditarik dan disentakkan. Bukan hanya itu, ada juga yang pernah
melihat seorang perempuan berambut panjang duduk di teras lantai atas dengan
posisi membelakanginya. Sementara saya
sendiri tidak pernah mengalami hal-hal horor semacam itu. Duuuh! Jangan sampai,
ah. Aamit-amiiit ….
Jreng …!
Jreeeng …!
Suatu
malam, selepas mengedit rekaman, saya menunggu jam kerja berakhir. Saya memilih
tiduran di ruang yang biasa dipakai untuk siaran langsung saat ada narasumber
yang diundang. Posisinya dalam satu ruangan besar yang hanya disekat oleh
dinding serta pintu dengan ruang siaran utama.
Awalnya
saya hanya ingin meluruskan pinggang dan punggung saja. Eh, malah ketiduran. Bahkan
penyiar sebelumnya sudah berganti dengan yang bertugas malam, namun tak satu
pun yang tahu kalau saya masih tertidur di ruang sebelahnya. Lelap sekali tidur
saya ya? Hampir jam dua belas malam. Jam siaran pun hampir tutup. Kalau Papa
saya tidak datang menjemput, mungkin saya akan tertidur sampai pagi di situ. Entah
siapalah yang menemani saya malam itu kalau saya tidak dibangunkan. Cerita-cerita
horor yang menyeramkan dari teman-teman penyiar semakin membuat saya lemas
waktu itu.
Mengapa
saya begitu terlelap? Saya seolah merasakan sedang tidur di kamar saya. Tidak
sedikit pun saya terganggu dengan lagu-lagu dan iklan yang bolak-balik diputar
oleh penyiar di ruang sebelah. Padahal walaupun ada kedap suara, tetap saja
terdengar. Suasananya nyaman sekali. Itu juga yang membuat saya tidak sadar
kalau sudah terlelap.
Besoknya,
kejadian tertidurnya saya di ruang siaran, kembali menjadi topik hangat di
kalangan penyiar dan operator. Mereka bilang, “Untung kau tidak dipindahkannya
ke kamar mandi.” Lalu, ada juga yang berkomentar, “Untung kau nggak ditaroknya
di tangga.” Hiii … semua itu mereka katakan bukan tanpa alasan. Katanya, ada
yang pernah mengalami hal serupa saya. Begitu terbangun, dia sudah ada di
mushola, di tangga bawah, dan di depan kamar mandi. Mungkin jinnya masih sayang
ya sama saya? *hela napas*
Sejak
itu, saya tidak pernah lagi mau tidur-tiduran di ruangan itu. Selelah dan
sengantuk apa pun saya, lebih baik saya menunggu jam kerja berakhir dengan
membaca. [Wylvera W.]
Note: Postingan ke-13 One Day One Post Challenge Fun Blogging
Wuah untung Papa datang menjemput ya mbak. Horor juga kalo sampe ketiduran, bangun2 semua sepi nggak ada siapa-siapa. Haduuuhh *kabuur
BalasHapusIya, Mbak. Papaku sempat bilang ke penyiar (padahal bukan salah penyiarnya juga sih). "Masak nggak sadar sih kalau selopnya masih ada di depan pintu ini. Kok nggak dibangunkan?!" begitu kata Papaku bikin teman penyiar itu nyengir.
Hapusiy bener, bagaimana kalau Papa gak bisa jemput, bisa berabe tuh....
HapusIya, syukurlah. Hiii ....
HapusMungkin pas mbak ketiduran..hantunya lg dugem..jd ga sempat ngegangguin..hihi.
BalasHapusSerem euy klo dipindah ke sumur #ju on mode on
Hahahaha, bisa jadi ya. Atau lagi sibuk rekaman juga mereka di ruang rekaman. Hiiii
Hapusserem banget, saat bangun tau-tau ada di kamar mandi.. eeh.. untung dijemput bapak ya Mbak..
BalasHapussalam kenal, Mbak :)
Iya, Mbak. Katanya ada yang pernah begitu. Pas bangun masak sedang tidur di depan pintu kamar mandi. Hiii
HapusIhhhh gak mau ketiduran sendirian mgeri mbak. Begitu lelahnya dirimu berarti mbak wiek
BalasHapusHihihi, iya serem kalau ingat itu. Untung aku gak kenapa-napa. Betul, kerja part time itu memang sangat melelahkan. Hikks.
Hapus