|
Sempat berfoto karena masih pagi ^_^ |
Semua bermula dari colekan seorang
teman di facebook. Ia membagi info
tentang Kelas Inspirasi yang akan digelar di Jakarta dan sekitarnya. Di sana
dikatakan bahwa Kelas Inspirasi Jakarta #5 kembali mengundang para profesional
yang sukses karena pendidikan, untuk terjun langsung berbagi cerita dan
inspirasi tentang jejak langkah profesi selama sehari di Hari Inspirasi
Jakarta.
Membaca kata “profesional”, awalnya
sempat mengendurkan semangat saya untuk ikut mendaftarkan diri. Sekuat hati
saya berusaha membulatkan tekad dengan mengedepankan rasa kepedulian terhadap
pendidikan. Akhirnya saya pun mendaftar. Setelah mensubmit form isian pendaftaran, saya berharap agar bisa lolos. Alhamdulillah, akhirnya
saya memang terpilih dari ratusan pendaftar. Saya pun tergabung dalam Kelas
Inspirasi Jakarta yang kelima (#KIJKT5).
Pertama kali ikut briefing
Setelah lolos dalam seleksi
pendaftaran, semua relawan yang tergabung di Kelas Inspirasi Jakarta 5
melakukan briefing pada tanggal 17 April
2016. Saya hadir di Gedung The Energy Building Soehanna
Hall, Jakarta Selatan. Saat saya tiba di sana, belum begitu ramai. Hingga
akhirnya gedung pun dipenuhi para relawan, baik yang baru pertama kali ikut
seperti saya maupun yang sudah pernah.
|
Inilah para relawan Kelas Inspirasi Jakarta #5 |
Dalam
diam, saya terus mengamati suasana. Betapa saya terharu melihat ratusan relawan
dengan wajah-wajah suka-cita berkumpul di sana. Mereka siap menyisihkan waktu
di tengah-tengah kesibukannya untuk berbagi dan menginspirasi anak-anak SD di
penjuru Jakarta.
Dari whatsapp, meeting, lesson plan, survey, hingga hari inspirasi
Dari briefing,
kami pun dibagi ke dalam beberapa kelompok. Saya tergabung di kelompok Jakarta
48 yang akan berbagi inspirasi di SDN 01 Kalibaru, Cilincing Jakarta Utara. Saya tiba-tiba seolah merasa muda kembali. Anggota
kelompok Jakarta 48 ini terdiri dari anak-anak muda yang energik dan luar biasa
kreatif. Kami berkumpul di whatsapp group. Bayangkan saja. Dari semua grup whatsapp
yang ada di hape saya, Kelas Inspirasi 5 – JKT 48 lah yang paling heboh.
Kalau saja malam boleh tidak tidur, mungkin mereka akan melakukan obrolan 24
jam penuh dalam sehari. *ngikik ngebayanginnya*
Saya
tidak terlalu lincah mengikuti semua perbincangan teman-teman satu tim di whatsapp. Lebih sering menyimak dan
mengikutinya plus senyum-senyum kalau pas topik membelok ke yang lucu-lucuan.
Hebatnya, interaksi seperti itu yang akhirnya melekatkan pertemanan kami. Di
antara mereka, ada beberapa orang yang sudah pernah menjadi relawan inspirator, dokumentasi dan
fasilitator Kelas Inspirasi. Sisanya baru pertama kali, termasuk saya. Namun
seolah kami sudah saling mengenal sejak lama. Bonding (ikatan) pertemanan di antara kami terekat begitu saja.
|
Meeting pertama dengan tim Jkt48 |
Dari
whatsapp group itu pula kami menyusun
lesson plan (rencana pembelajaran) untuk
hari “H”. Pertemuan-pertemuan berikutnya ditetapkan. Sayangnya, saya hanya bisa
hadir satu kali. Padahal ingin sekali rasanya bisa ikut meninjau sekolah yang
menjadi tempat kami berbagi inspirasi. Apa daya, waktu saya kurang pas dengan
jadwal survey itu.
Menjelang
hari “H”, obrolan di grup whatsapp
semakin intens. Hanya satu alasan yang memotivasi kami berupaya menyusun
rencana serapi mungkin, yaitu agar anak-anak di SDN 01 Kalibaru benar-benar
terinspirasi dengan kehadiran kami. Hingga malam sebelum tanggal 2 Mei 2016,
kami masih saling mengingatkan satu sama lain. Termasuk janji bertemu di beberapa
titik agar bisa tepat waktu tiba di lokasi, menjadi bagian pembicaraan.
Intinya, rasa tak sabar menunggu hari bersejarah itu begitu tersirat. Salut
saya!
Keseruan di hari
inspirasi, 2 Mei 2016
Pagi bersejarah (buat saya sih sebenarnya) itu kami
awali dengan briefing singkat yang
ditutup dengan doa bersama. Hari itu bertepatan dengan Hari Pendidikan
Nasional. Momen yang lagi-lagi membuat saya merasa sangat beruntung. Untuk
pertama kalinya saya ikut Kelas Inspirasi, langsung merasakan momen upacara
hari nasional.
|
|
Inilah tema dari Kelompok #JKT48 |
| | |
|
Saya tiba di sekolah ini |
Bangga dan bahagia memenuhi
rongga dada saya begitu upacara dimulai. Rasa haru terus menguasai hati saya
selama menyaksikan urutan acara yang diawali dengan pengibaran bendera,
menyimak grup marching band yang
anggotanya terdiri dari murid-murid sekolah itu sendiri, hingga akhirnya kami
diperkenalkan oleh pembina upacara satu per satu kepada seluruh murid dan para guru. Selebihnya,
acara semakin heboh dan seru saat teman inspirator (Adi Waluyo) mengambil alih untuk
memimpin yel-yel bersama murid-murid di lapangan sekolah itu.
|
Saat upacara bendera memperingati Hari Pendidikan Nasional |
|
|
Kami berdiri di depan barisan murid-murid SDN 01 |
|
|
|
|
Permainan tepuk tangan
yang variatif sebagai contoh ice breaking
yang paling gampang tapi menyegarkan, langsung mencairkan suasana. Anak-anak
begitu gembira dan bersemangat. Termasuk kami, para inspirator yang akan
mengajar di kelas menggantikan guru-guru mereka.
Kelas Inspirasi pun dimulai
Tibalah waktunya masuk
ke kelas. Saya mendapat 4 kelas (kelas 5D, 4A, 5B, dan 1A). Lesson plan yang sudah saya persiapkan
lengkap dengan segala propertinya sangat membantu. Setiap kelas tentu berbeda.
Kelas pertama yang akan saya masuki adalah kelas 5D yang kelasnya ada di lantai
3.
Alhamdulillah,
pengalaman mengajar di sekolah dasar (walau hanya seminggu sekali) selama enam
tahun banyak membantu saya. Hari itu, saya seolah sedang bersiap-siap mengajar
murid-murid saya sendiri. Apalagi materi yang akan saya bagi juga sama, yaitu
bercerita tentang profesi saya sebagai penulis. Salam dan perkenalan membuka
pertemuan saya dan anak-anak kelas 5 itu. Saya sebutkan nama saya tanpa
memberitahu apa profesi saya.
Hal berikutnya yang
saya lakukan adalah memancing mereka dengan pertanyaan tentang cita-cita
mereka. Mereka dengan lantang menyebutkannya. Ada yang ingin menjadi dokter,
guru, tentara, polisi, insinyur, ustad, dan pilot. Tak satu pun yang menyebut cita-cita
seperti profesi saya saat ini. Minderkah saya? Oh, tentu tidak! Justru saya
semakin merasa tertantang dan semangat ingin mengenalkan profesi saya.
Teringat pesan dari
penggagas Kelas Inspirasi, sebagai inspirator, saya tetap konsisten untuk
mengajak murid-murid sekolah dasar (khususnya murid-murid di kelas yang saya
temui) untuk tetap memupuk semangat, belajar dengan sungguh-sungguh agar apa
pun yang mereka cita-citakan bisa tercapai sesuai dengan harapan mereka.
Kembali ke profesi,
walaupun saat upacara sebelumnya, salah satu teman inspirator (Alief) yang bertugas
sebagai pembina upacara sudah memperkenalkan kami lengkap dengan profesinya
masing-masing, tidak semua anak akan mengingatnya. Kartu tanda pengenal (name
tag) dari Kelas Inspirasi, sengaja saya balik agar mereka semangat untuk
menebak. Saya tertawa mendengar mereka sibuk menebak profesi saya. Paling
banyak menyebut saya ini guru. Mungkin penampilan saya saat itu tidak jauh
berbeda dari ibu-ibu guru mereka. *pengin ganti kostum sih sebenarnya, hahaha*
Saya pun kembali
bertanya, “Siapa yang senang membaca?” “Buku apa yang paling suka dibaca?” Sebagian
dari mereka menjawab buku cerita adalah buku yang paling mereka sukai. Dari
sanalah saya akhirnya menjelaskan bahwa buku-buku yang pernah mereka baca itu
tidak tercipta begitu saja. Ada seseorang yang telah berupaya menuangkan
ide-idenya agar tersusun menjadi rangkaian cerita yang akhirnya layak untuk
dibukukan.
“Nah, sekarang kalian
sudah bisa menebak apa profesi Ibu?” tanya saya lagi.
“Penuliiis …!” jawab sebagian
mereka bersamaan. Hebat!
Tentu tidak semua bisa
langsung paham dengan profesi saya ini. Saya maklumi itu. Profesi penulis bisa
jadi belum akrab buat mereka. Itulah sebabnya mengapa saya membulatkan tekad
saat mendaftar di seleksi Kelas Inspirasi. Saya ingin agar lebih banyak anak
yang akrab dengan profesi penulis. Saya juga menceritakan bagaimana pengalaman
saya dalam memutuskan untuk memilih profesi itu. Intinya, jika ingin menjadi
penulis, fokuslah. Jadilah penulis yang memiliki kedisplinan dan ketekunan. Begitu juga
dengan cita-cita lain yang ingin mereka capai.
Memancing ide
lewat gambar
Setelah
menjelaskan tentang profesi saya sebagai penulis, saya pun mengajak anak-anak berlatih tentang salah satu proses dalam
kegiatan menulis cerita. Saya ajak mereka untuk memancing idenya lewat gambar-gambar
yang sudah saya pilihkan. Saya berikan waktu sekitar 15 menit dan memilih 1
dari 4 gambar yang saya sajikan.
|
Satu dari 4 gambar yang harus mereka pilih untuk dijadikan cerita |
|
Inilah 3 tulisan yang berhasil selesai dalam durasi 15 menit |
Tiga
murid yang lebih dulu menyelesaikan cerita singkat yang sudah dibuatnya, saya
minta tampil ke depan kelas (maaf, tidak ada fotonya ya :( ). Mereka pun bergiliran membacakan ceritanya. Luar
biasa! Imajinasi mereka sudah seperti seorang penulis betulan saja. Singkat
ceritanya tapi sudah lumayan bagus untuk murid yang tidak pernah mendapatkan
pelatihan menulis cerita selama ini. Saya ajak teman-teman mereka memberikan
tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi.
Menampilkan
video singkat dan membuat cerita dari boneka
Kelas
berikutnya yang saya masuki adalah kelas 4A yang letaknya ada di lantai 2.
Salam dan pembuka tidak jauh berbeda dari kelas sebelumnya. Hanya improvisasi
di bagian-bagian kecil saja agar saya sendiri tidak bosan. *hahaha … pengakuan
ini*
Sebenarnya
saya ingin menunjukkan video yang menampilkan bagaimana saya telah mencapai
berbagai prestasi dan manfaat dari profesi yang saya pilih. Namun karena
keterbatasan fasilitas (tidak ada infokus), saya hanya menyajikannya lewat
laptop yang saya bawa. Saya mengangkat laptop itu dan berjalan mendekati bangku
mereka. Saya memutar ulang beberapa kali agar semuanya bisa melihat. Lagi-lagi sayang, tidak ada bukti dokumentasinya. Harap maklum ya, pembaca. *mengatupkan sepuluh jari*
“Wah!
Itu ibu fotonya di luar negeri ya?!” seru salah satu murid ketika melihat foto
saya sedang memegang buku karya saya dan memakai baju musim dingin.
Itulah
pertanyaan yang membuka pintu bagi saya untuk menjelaskan betapa profesi
penulis pun mampu menghantarkan kita ke negeri lain. Bagaimana caranya? Tentu
dengan tekun dan disiplin melahirkan karya-karya buku yang bagus dan bermanfaat
agar banyak yang membutuhkannya. Selain mendapatkan uang dari karya, profesi
penulis juga bisa membawa kita untuk lebih dikenal. Kalau sudah dikenal maka
kesempatan lainnya akan mengikuti.
|
Shira sedang bercerita dengan tokoh seekor sapi (foto: Sita) |
Selanjutnya,
saya mengajak mereka memraktikkan cara mencari ide dan merangkainya menjadi
cerita lewat alat peraga boneka. Saya sudah menyiapkan tiga boneka; monyet,
sapi, dan kelinci. Mereka sangat antusias di awalnya untuk mengangkat tangan
dan memilih boneka mana yang lebih dulu dijadikan tokoh utama ceritanya.
Akhirnya
boneka sapi mendapat pilihan terbanyak. Secara bergantian mereka maju ke depan
kelas dan memamerkan idenya. Ada 4 anak yang bergantian maju dan masing-masing
mampu menyusun 5 kalimat. Luar biasa! Jadi penulis itu ternyata tidak sesusah
yang dibayangkan.
Menyusun
guntingan kata menjadi sebuah pembuka cerita
Selesai di kelas 4A, saya harus kembali menuruni
tangga menuju kelas 5B. Begitu sampai, saya sempat terkejut sekaligus terharu.
Mereka menyambut saya dengan nyanyian selamat datang yang diakhiri dengan
ucapan terima kasih di akhir lirik lagunya. Untunglah saya masih kuat menahan
air mata. Padahal sejujurnya, hati ini mulai bergerimis waktu itu. Dua kelas
pertama yang saya masuki sebelumnya saja sudah membuat saya excited, tiba-tiba saya dikejutkan
dengan penyambutan seperti itu. *meleleh ….*
Salam dan pembuka serta
pengenalan profesi serta upaya saya mencapai profesi pun kembali saya ulas di
depan kelas. Berikut dengan ajakan untuk tetap semangat meraih cita-cita yang
mereka inginkan.
Seperti di kelas 5
sebelumnya, saya juga mengenalkan pekerjaan penulis itu seperti apa. Sebagai
contoh, saya ajak mereka untuk menyusun guntingan kata (sudah saya siapkan dari
rumah) menjadi kalimat pembuka cerita. Sesaat saya sempat berpikir bagaimana
caranya agar mereka bisa dibagi menjadi enam kelompok. Kalau menggeser-geser
meja, jatah durasi yang hanya 45 menit, tidak akan cukup.
“Bu, ngerjainnya sambil
duduk di bawah aja. Ini aja alasnya!” tiba-tiba salah satu murid memberikan
usul keren.
|
Seru melihat mereka serius berdiskusi menyusun kata |
Mereka pun sibuk
mengambil beberapa karpet tipis untuk digelar di lantai, tepat di depan papan
tulis. Sementara saya membantu menggeser posisi meja guru merapat ke dinding.
Setelah saya membagi 6 bungkus plastik berisi guntingan kata dan kertas manila, mereka
mulai sibuk berdiskusi. Waktu yang saya berikan hanya 15 menit. Dalam waktu yang
bagi mereka sangat singkat, mereka berusaha keras menyusun kata-kata itu.
Sempat terjadi
kericuhan saat satu kelompok berdebat menentukan posisi kata. Yang satu
mengatakan A, yang lainnya memilih B untuk diletakkan di bagiam kalimat yang
sudah mereka susun. Saya puas melihat keantusiasan mereka.
“Emang kalau jadi
penulis harus begini ya, Bu?” ada yang bertanya tiba-tiba.
“Tidak harus seperti
ini. Tapi dari cara seperti ini, akan membantu memancing kreativitas kalian.
Itu modal buat menulis,” jawab saya.
“Ooo … gitu,” balasnya
dengan wajah polos.
|
Hasil kerjasama mereka |
Akhirnya dua kelompok
berhasil menyusun kata-kata menjadi satu paragraf pembuka cerita. Meskipun
tidak sempurna susunan kalimatnya, yang penting mereka sudah ikut merasakan bagian
kecil dari pekerjaan seorang penulis.
Kelas 1A yang
memicu adrenalin
Setelah
selesai di kelas 4A, kami diberi waktu untuk istirahat. Udara yang semakin
siang semakin gerah itu, sempurna membuat kami basah oleh keringat. Maklumlah,
sekolah tempat kami berbagi tidak ada pendingin ruangannya. Sementara kami harus
tetap konsisten bergerak dan berbicara dalam durasi 45 menit tanpa jeda.
Begitulah pekerjaan seorang guru. Hari Pendidikan Nasional pada hari itu
membuat saya benar-benar menjura pada pengabdian para guru.
Sebelum
tiba sesi terakhir buat saya, sempat terjadi kekeliruan sebentar. Saking
semangatnya, saya tidak melihat jam lagi. Begitu bel tanda masuk berbunyi, saya
buru-buru menuju lantai 2 untuk mencari ruang kelas 1A. Saya kembali terpana
ketika tiba di depan kelas. Ibu guru meminta murid-murid kelas 1 itu bernyanyi
untuk menyambut saya. Belum lagi anak-anak itu selesai menyanyi, Alief (salah
satu teman inspirator) muncul di depan kelas. Alief memberitahukan kalau saya
masuk setelah sesinya. Akhirnya kami sama-sama tertawa. Terutama saya yang sudah keliru. *pengin nyanyi lagu yang judulnya "Keliru" ... aaah, jaduuul :p*
Alief
meminta saya tetap di kelas. Saya sempat membantunya membagikan kertas untuk menuliskan nama-nama murid kelas 1A itu. Beberapa saat setelah itu, saya memilih keluar dan
melihat teman yang juga mengajar di kelas 1B. Saat saya kembali ke kelas 1A,
saya melihat Alief mulai kewalahan. Beberapa murid laki-laki heboh memegangi
kakinya, menarik-narik lengannya, hingga akhirnya Pak Guru Alief tertelungkup di
lantai. Bukannya menyerah, anak-anak itu semakin bersemangat menaiki badan
Alief. “Bapak menyeraaah …!” seru Alief. Saya pun membantu agar anak-anak itu
turun dari punggung Alief. *hahaha ... momen paling seru di hari itu*
Memang berbeda saat
mengajar murid kelas 3, 4, 5, dan 6 dibandingkan murid kelas 1 dan 2. Bagi mereka, "kericuhan" menjadi bagian dari sesi bermain. Namun,
kejadian itu justru menjadikan pengalaman. Setelah Alief, saya pun mengambil
alih kelas 1A.
Alhamdulillah, suasana
kelas kembali terkendali. Melihat teman saya baru saja kesulitan mengendalikan
kelas, saya berusaha agar anak-anak mau duduk rapi di atas karpet. Saya minta
mereka menghadap arah berlawanan dengan posisi saya berdiri. Sambil menuliskan
nama di papan tulis, saya terus mengarahkan mereka untuk duduk rapi tanpa bersuara.
Setelah itu, saya berjalan dan memilih duduk di atas tempat yang mirip pentas
kecil. Tidak di depan papan tulis. Saya berusaha menenangkan anak-anak kelas 1
itu dengan mengajak mereka menyimak cerita. Saya menunjukkan dua buku karya
saya dan meminta mereka memilih buku yang mana yang mau mereka dengarkan
ceritanya.
Kembali terjadi
kericuhan saat menentukan pilihan. Baiklah, akhirnya saya memilih satu buku
saya yang ceritanya berjudul “Kue Kejujuran”. Dalam hati saya bersyukur karena
begitu saya mulai bercerita, tiba-tiba kelas hening. Mereka tekun menyimak
hingga ceritanya hampir berakhir, saya sempat memeragakan salah satu tokoh yang
badan dan perutnya gendut.
“Si Kimonya kayak Ibu
ya. Hahahaha….” seru salah satu anak sambil tertawa-tawa. *pembaca jangan
ikutan ngakak ya*
Ilfil juga sih beberapa detik. Tapi, saya harus
melanjutkan misi untuk mengenalkan profesi saya dengan cara yang paling
sederhana agar mereka mengerti. Saya kembali meminta mereka duduk tenang. Saya
bilang ke mereka bahwa yang baru saja saya ceritakan ada di buku yang saya
pegang saat itu.
“Cerita barusan ada di buku ini. Yang nulis dan bikinnya Ibu lho,” ujar saya.
“Ibu yang nulis?”
celetuk murid perempuan antusias.
“Betul!” jawab saya.
|
Kantung dan benda-benda yang menjadi objek tebakan |
Selebihnya, saya
mengajak anak-anak itu bermain tebak benda dalam kantung. Sebelumnya saya
keluarkan semua isi kantung kain itu. Ada sekitar 15 benda di dalamnya. Mulai
dari pensil, penghapus, penggaris, sampai rautan. Permainan ini saya lakukan untuk menguji kepekaan mereka ketika bersentuhan dengan objek tanpa melihat dengan kasat mata. Ini juga salah satu modal bagi penulis dalam menuangkan rasa pada tulisannya.
|
"Saya, Bu! Saya, Bu!" |
|
Akhirnya anak-anak baik ini mau mengantri |
Mata mereka saya tutup dengan
sapu tangan. Lagi-lagi momen ini bikin heboh. Semua anak kembali berebutan minta
dipilih lebih awal untuk menebak. Mereka merapat dan menempel ke badan saya. Menarik-narik dan berteriak minta dipilih. Untunglah, saya masih bisa mengatasi kelas
walau harus berusaha keras.
Di penghujung sesi,
saya membagikan kertas berbentuk gambar awan yang harus mereka isi dengan nama mereka
dan cita-citanya. Teman-teman isnpirator yang mengajar di sesi terakhir pun
seperti itu. Setelah itu kami memandu anak-anak menuju lapangan untuk mengikuti
sesi penutupan Kelas Inspirasi.
|
KI Jkt#48 bersama para guru (Foto: Fakhry) |
|
Sesaat setelah sesi penutupan KI |
Sesi penutupan si siang
yang terik itu tidak mengendurkan semangat anak-anak. Mereka tetap sabar
mengikuti arahan dari para inspirator. Masing-masing mereka memegang bendera
kertas berwarna merah putih dan kertas berbentuk awan berisi cita-cita mereka. Senang
melihat kebersamaan yang indah itu.
|
Foto bersama beberapa guru di sana |
|
Bersama tim inspirator #JKT48 |
|
Hadiah dari salah satu murid untuk saya |
Aaah … saya masih betah
di sana. Semoga saya bisa kembali ikut di Kelas Inspirasi berikutnya. Ikut berbagi
cerita tentang profesi, membangun semangat anak-anak negeri untuk berjuang
meraih cita-cita mereka. Semoga. [Wylvera
W.]
Note:
Sementara, ini dulu yang bisa saya ceritakan.
Foto lengkap dan video pendukungnya menyusul ya.
Saya masih menunggu tim dokumentasi. ^_^
Seru banget ya, ingat zaman aku masih ngajar, sibuk dengan buat lession plan dll hihi... Btw, semoga aku punya kesempatan juga bisa ikhtan KI, amin
BalasHapusIya, Naqi.
HapusAyo ikutan daftar next time. :)
Ahhh.... kaka seru banget pengalaman ngajarnya. Banyak inspirasi ngajar juga nih yang aku dapat. Hikss, dinyanyiin lagu selamat datang sama murid, pasti bikin terharu banget yaaa. Akupun bakalan nangis deh kalau disambut kaya gitu. Tapi, pas ngajar kelas 1 itu loh, bikin ngakak. "Si Kimonya kaya ibu yaaaa....." *peace* Melihat semangat belajar mereka, jadi bikin kita lebih semangat ya ka. Next time, aku pengen banget bisa ikutan acara ini. Semoga ada kesempatan :)
BalasHapusNice sharing ka..
Hahahaha, Kimo oh Kimo.
HapusIya, Uci harus ikut event ini, Ci.
Bakal ketagihan pastinya. :)
Kuuuueeerrreeennnnn
BalasHapusHahahaha, Mas Adi juga keren, bisa bikin anak-anak happy abiiis. ^_^
HapusSubhanallah Kak, saya pun pernah ikutan Kelas inspirasi Tangerang. Dan ketagihan.
BalasHapusWah alat peraganya banyak bervariasi gitu Kak, keren :D
Iya, ketagihan dan pengin ngasih lebih dan lebih rasanya. :)
HapusMbaaakk aku juga nagih pengen ngajar.. rasanya kemarin itu cuma pemanasan, maklum br pengalaman pertama. Next mau lebih prepare dan menarik lg.. Nice to know you too mbak! Terus menginspirasi ya mbak Wiwiek! *kecup
BalasHapusIya, Insya Allah kita bisa ikutan lagi ya, Nis. *hugs*
HapusHuaaa.. cool!
BalasHapusHalooo, haiiii..
keren banget Mba Wiwiek. Aku susunan kata kalo ngeblog/nulis nampak selalu habis ide d tengah2..
Yu ah bikin tulisan yuu.. aku jg mau dreview sm mba Wiwiek..
😁😁😁
Ayo ... ayo ... sini biar direview. Hahaha
Hapuskeren mba :) salut deh
BalasHapusMakasih, Mbak :)
HapusWuih, keren ya. Saya sempat pengen ikutan Kelas Inspirasi, tapi setelah tahu acaranya begini saya rasa saya harus jadi peserta dulu deh. Biar dapet inspirasi dari orang-orang hebat di bidang yang saya tekuni, contoknya Mbak Wiwiek tentu saja :)
BalasHapusBtw, salam kenal ya, Mbak. Ini kunjungan pertama.
Salam kenal kembali, Mas Eko.
HapusHahaha, boleh diimprove kok lesson plan saya. Monggo, kalau next mau ikutan. Itu sebabnya mengapa saya ceritakan rinci di sini, Mas. Jadi bebas kalau mau dicontoh atau dijadikan rujukan. :)
Halo mba salam kenal, salut sama metode dan cara pengajaran di sesi kelas inspirasinya, variatif buat anak-anak SD. Mba, kalau mau beli/pesan buku-bukunya bisa kontak kemana ya?
BalasHapusMakasih, Mbak Muti. Saya hanya belajar dari pengalaman mengajar selama 6 tahun ini juga itu. Murid-murid saya SD juga, jadi lebih mudah menyesuaikannya.
HapusBtw, kalau buku-buku bacaan buat anak-anak karya saya lebih banyak diterbitkan di Mizan. Bisa cek di www.mizan.com Bisa beli via online juga kok, Mbak. :)
kereen, kelas inspirasi yang menginspirasi
BalasHapusBTW pesertanya banyak bangett
Salut
Iya, keren banget dan inspiratif, Mas Agung.
HapusYang mendaftar juga lebih banyak dari itu lho. :)
Good.. good.. Keren kelas inspirasinya..
BalasHapusDitunggu cerita inspirasi selanjutnya..
Makasih ya. :)
Hapuswah banyak juga ya pesertanya. aku mau daftar tapi profesi aku apa ya mbak gak unik :)
BalasHapusIya, rame banget, Lid. :)
Hapus