Setelah menikmati makan siang dan
menunaikan sholat, kami melanjutkan perjalanan menuju SDIT Thariq bin Ziyad
yang lokasinya ada di Pondok Hijau Permai Bekasi. Ide saya mengajak Stefano
sebenarnya diawali oleh kelas ekstrakurikuler fotografi yang baru saja dibuka
di sekolah ini. Ketika saya tawarkan kepada Stefano beberapa hari sebelumnya
via whatsapp, beliau langsung
mengatakan, “Tidak masalah, tanggal 10 … one
day untuk kamu.” Klop rasanya. Saya pun menyampaikan kabar baik itu kepada
Ibu kepala sekolah.
Sejam
kemudian, kami pun tiba di depan sekolah. Saya memarkikan mobil dan tidak ada
terlintas pikiran yang bakal mengejutkan kami. Kehadiran kami disambut hangat
oleh Pak Jauhari (guru bidang kesiswaan). Kami diajak istirahat di kantor
Kepala Sekolah sejenak, sebelum anak-anak berkumpul di ruang pertemuan yang
sudah disiapkan.
Histeria
di halaman sekolah SDIT Thariq bin Ziyad
Beberapa
saat setelah itu, terjadilah situasi yang mengejutkan. Entah dari mana mulanya,
anak-anak tiba-tiba berkerumun di depan pintu ruangan Kepala Sekolah. Bu Siti
(kepala sekolah SDIT Thariq bin Ziyad) dengan lembut mencegah anak-anak agar
bersabar menunggu di luar. Namun, namanya juga anak-anak, beberapa dari mereka
nekat membuka pintu sambil membawa buku tulis.
Beginilah suasana di balik kaca jendela ruang Kepala Sekolah |
“Mister,
saya minta tanda tangannya dong!” seru dua anak yang berhasil mendorong pintu
dan masuk menghampiri kami.
Stefano
yang masih terkejut melihat situasi itu, tetap melayani anak-anak dengan ramah
dan penuh canda.
“Saya
seperti Justin Bieber!” seru Stefano membuat kami tertawa lepas.
Bunga tersenyum manis sekali setelah dapat tanda tangan Stefano |
Setelah
berbincang sebentar dengan Bu Siti, saya meminta Stefano untuk keluar menuju
ruang aula di lantai dua. Begitu pintu dibuka, anak-anak semakin histeris ingin
menyerbu dan mendekat ke arah Stefano. Situasi terjadi sangat spontan. Mereka
menyambut Justin Bieber … eh, Stefano Romano … dengan sambutan yang luar biasa
heboh ala anak-anak. Semua anak seolah tak mau ketinggalan untuk meminta tanda
tangan Sang Fotografer beken dari Italia ini.
“Misteeer
…! Saya beluuum…!”
“Misteeer
…! Minta tanda tangannyaaa …!”
“Aaaah
… aku beluuum…!”
Suara-suara
itu membuat suasana riuh yang membuat hati saya membuncah antara kagum, haru,
dan lucu. Alhamdulillah, akhirnya situasi bisa dikendalikan. Stefano siap berbagi
pengalaman bersama anak-anak dari kelas ekskul jurnalistik dan menulis serta
fotografi.
Pertemuan
yang berlangsung seru dan mengesankan
Saya
kembali memandu sesi pertemuan di ruang
aula. Kali ini, Stefano mengawali pertemuan, memancing anak-anak dengan
pertanyaan yang diberikannya. Mengapa suka fotografi? Untuk apa belajar
fotografi? Mengapa kamu harus belajar menulis? Dan masih ada beberapa
pertanyaan yang diajukan Stefano, dijawab dengan baik oleh anak-anak. Bangga
hati saya melihat anak-anak kami ini. Mereka benar-benar menyiapkan diri untuk
bertemu dan mengenal Stefano.
Anak-anak tekun menyimak penjelasan Stefano |
Keakraban yang spontan |
Stefano memamerkan buku kumpulan foto karyanya |
“Mister!
Bagaimana cara memoto objek supaya hasilnya bagus? Kalau kameranya gak bagus
gimana dong?” salah satu anak giliran mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan
itu membuat Stefano mengambil kesempatan untuk kembali memamerkan buku kumpulan
foto karyanya. Beliau menjelaskan, bahwa memoto itu kuncinya ada di mata.
“Kalau
kamu punya kamera bagus dan mahal, tapi mata kamu tidak bisa menangkap objek
dengan bagus, hasilnya juga tidak akan bagus. Tapi kalau mata kamu bisa
menangkap dengan indah, maka hasil foto kamu pun akan bagus dan indah. Jadi
rahasianya ada pada mata,” jawab Stefano membuat ekspresi kagum di mata
anak-anak yang menyimak, terutama anak yang mengajukan pertanyaan tadi.
Semakin lama semakin akrab dan mendekat ^^ |
Ada
hal menarik bagi saya pribadi. Saat Stefano kembali memperlihatkan isi buku
kumpulan foto karyanya kepada anak-anak. Pada lembar demi lembar dari foto-foto
wajah Indonesia di buku “Kampungku Indonesia” yang dilihat oleh anak-anak, tiba-tiba
Stefano menghentikannya pada satu foto.
“Ini
foto orang sedang sholat. Ia sholat mencari cahaya. Jadi foto ini bercerita tentang
Islam. Islam itu apa? Islam itu cinta. Jadi dalam Islam itu ada cinta dan cahaya,”
ulasnya membuat hati saya basah menahan bangga. Anak-anak juga menatap wajah
Stefano, sang mu'alaf, dengan pancaran kagum.
Saat Stefano menjelaskan makna dan cerita dalam foto-fotonya |
Selebihnya,
acara kebersamaan di ruang pertemuan itu berjalan dengan seru. Banyak sekali
pertanyaan yang diajukan oleh anak-anak Thariq bin Ziyad ini. Begitu pula dengan Stefano. Beliau
juga tak mau kalah melempar pertanyaan seru ke anak-anak. Ada yang memberi
jawaban dengan standar pengetahuan anak-anak SD, namun ada juga yang jawabannya
sangat mengesankan bagi Stefano.
Saya
dan Ade Nursa’adah siap memberikan hadiah wafer cokelat bagi mereka yang
menjawab dan bertanya. Stefano juga memberikan boneka tangan berukuran kecil
dengan inisial namanya untuk beberapa anak yang menjawab dan bertanya dengan
baik. Posisi duduk pun selalu berubah. Mereka seolah tidak mau jauh-jauh dari
Sang Fotografer.
Foto bersama sebelum berpisah |
Anak
itu ternyata sudah dua kali meminta tanda tangan dari Stefano. Karena
penasaran, Stefano bertanya kepada anak tersebut.
“Kamu
sudah dua kali dapat tanda tangan saya. Ini untuk siapa lagi?”
“Yang
1 untuk saya, 1 lagi untuk Ibu saya, dan yang 1 nya lagi untuk dijual,” jawab
anak itu polos.
Kami
tak bisa menahan tawa mendengar kejadian itu. Karena itu pula, Stefano
mengomentari dirinya sendiri, “Make me feel as Justin Bieber… hahaha!”
Saya bersama Bu Siti dan guru-guru TBZ (foto by Stefano Romano) |
Sebelum
benar-benar meninggalkan sekolah, Stefano masih menyempatkan diri untuk
megambil foto para guru dengan kamera kesayangannya. Saya melihat binar puas di
mata Sang Fotografer. Saya juga sangat bersyukur karena Allah memberi
kesempatan untuk mengenalkan Stefano kepada anak-anak, Bu Siti, Pak Jauhari,
dan sekolah tempat saya mengajar ekskul ini. Semoga kehadiran Stefano di
sekolah kami ini, mampu menebar dan meninggalkan kesan serta pengalaman yang
indah.
Pak Jauhari, guru-guru, para murid, dan orangtua murid (foto by Stefano) |
“I wish back there again,” ujar
Stefano saat saya kembali mengantarkannya pulang.
“Aamiin
….”
Dengan berulang mengucap syukur
dalam hati, saya mengantarkan Stefano dan istrinya serta sahabat saya kembali
menuju ke rumah mereka masing-masing. Sehari bersama Stefano Romano telah menorehkan pengalaman yang
sangat berkesan. Semoga cahaya Islam itu tetap menerangi hati sahabat saya, Stefano Romano
lewat lensa kameranya. Aamiin …. [Wylvera W.]
anak-anak antusias banget ya mbak
BalasHapusIya, Lid. Bangeeet ....
HapusTerharu jadinya